Kaidahfiqh merupakan kaidah yang berasal dari simpulan dalil Al-Quran dan sunnah terkait hukum – hukum fiqh. Ada banyak sekali kaidah fiqh yang dihasilkan oleh para ulama. Akan tetapi, ada 5 kaidah umum yang utama. Lima kaidah ini sering disebut sebagai al-qawaid al-fiqhiyah al-kubra. Lima kaidah fiqh tersebut adalah: 1. Perkara Tergantung AMAR DAN NAHI, 8112010 A. AMAR Di dalam ushul fiqih, ada banyak sekali kaidah yang banyak digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan hokum sys’i. beberapa kaidah ushul fiqh adalah amar dan nahi. 1. Pengertian Menurut bahasa, amar berarti suruhan, perintah, sedangkan menurut istilah adalah Suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada irang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak. 2. Bentuk-bentuk Amar Lafadz yang menunjukan kepada perintah sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian di atas dinyatakan dalam beberapa bentuk, yaitu 3. Kaidah-kaidah Amar Kaidah-kaidah amar ialah ketentuan-ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hokum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu Kaidah pertama Pada dasarnya amarperintah itu menunjukan kepada wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qaninah. Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib diperbuat. Tapi dalam perkembangannya amar itu bisa dimaksudkan bukan wajib,antara lain seperti berikut ini 1. Nadab anjuran sunah,seperti 2. Irsyad membimbing atau memberi petunjuk,seperti 3. Ibahah boleh dikerjakan dan boleh ditinggal,seperti 4. Tahdid mengancam atau menghardik,seperti 5. Taskhir menghina atau merendahkan derajat,seperti 6. Ta’jiz menunjukan kelemahan lawan,seperti 7. Taswiyah sama antara dikerjakan atau tidak,seperti 8. Takdzib mendustakan,seperti 9. Talhif membuat sedih atau merana,seperti 10. Doa permohonan,seperti Kaidah kedua “Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan” Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang ,lalu datang perintah mengerjakan , maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan . seperti Firman Allah swt. “apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia allah{ 6210}” Dengan demikian perintah bertebaran dinuka bumi,seperti kata ayat diatas, hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan. Kaidah ketiga “Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan” Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt. Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji.{ QS. Al-haji/ 2227} Dalam hadist Nabi saw dinyatakan Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu{ untuk melaksanakan }haji, maka berhajilah kamu. Kaidah Keempat pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan{berkali-kali mengerjakan perintah}. Misalnya dalam ibadah haji , yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan,maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan. Menurut ulama, qarinah dapat dikelompokan menjadi 3 1 Perintah itu dihubungkan dengan syarat,seperti wajib mandi setelah junub. 2 Perintah itu dihubungkan dengan illat,seperti hukumm rajam kalau melakukan zina. 3 Perintah itu dihubungkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu shalat. Kaidah Kelima Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya. Maksud kaidah ini adalah bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud,tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti kewajiban mengerjakan shalat. 4. Pengertian Nahi Menurut bahasa An-nahyu berarti larangan. Sedangkan menurut istilah ialah “larangan ialah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang-orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.” 5. Bentuk-Bentuk Nahi. Pernyataan yang menunjukan kepada nahi itu ada beberapa bentuk a. Fi’il Mudhari yang disertai dengan La An-Nahiyah Janganlah berbuat kerusakan di bumi.{ /2;11} b. Lafadz-lafadz yang memberi pengertian haram atau perintah meninggalkan suatu perbuatan. “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. { 2285}” 6. Kaidah-Kaidah Nahi Kaidah Pertama menurut Jumhur Pada dasarnya kaidah itu menunjukan haram. Seperti”Dan janganlah kamu mendekati zina{ / 1732}” Alasan dipakai Jumhur. 1 Akan dapat memahami bahwa sigat bentuk anhi itu menunjukan arti yang sebenarnya,yaitu melarang 2 Ulama salaf memahami sigat nahi yang bebas dari qarinah menunjukan larangan. Sebagian ulama lain berpendapat” Pada dasarnya larangan itu menunjukan makruh” Menurut kaidah ini ,nahi bermakna sesuatu yang dilarang itu adalah tidak itu tidak selalu bermakna haram ,tetapi makruh. Sebab makruh lah pengertian yang pasti. Sigat nahi selain menunjukan haram ,sesuai dengan qarinahnya juga menunjukan beberapa arti ,antara lain sebagai berikut 1 Bermakana Karaah, seperti “jangan kamu shalat diatas kulit onta yang di samak” 2 Bermakna Doa, seperti”Ya tuhan kami,janganlah engkau hokum kami jika kami lupa{Q>S al-Baqarah / 2286}” 3 Bermakna Irsyad , memberi petunjuk , mengarahkan,seperti”janganlah kamu menanyakan{kepada nabimu} hal-hal yang jika diterangkan kepadamu,{justru}menyusahkanmu{QS. Al-Maidah / 5101}” 4 Bermakna Tahqir ,menghina,seperti”jangan sekali-kali engkau{muhamad} tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan.{QS. Al-Hijr / 1588}” 5 Bermakna Bayan Al-aqibah ,seperti” dan jangan sekali-kali kamu mengira orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati{QS Al-imran / 6 Ta’yis menunjukan putus asa seperti” janganlah kamu mengemukakan alasn pada hari ini{QS Al-tahrim / 667}” 7 Tahdid, seperti”janganlah kamu taati perintahku” Kaidah Kedua “larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.Misalnya pada kalimat” janganlah kamu mempersekutukan Allah” Larangan mempersekutukan Allah berarti perintah untuk mentauhidkan-Nya. Kaidah Ketiga “pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu” Jadi larangan yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat atau sebab. Seperti waktu atau sebab-sebab berate diharuskan meninggalkan yang dilarang itu sepanjang bila larangan itu dikaitkan dengan waktu , maka perintah larangan itu berlaku selama ada pada kalimat” janganlah kamu shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk{ QS. An-nisa / 4;43}” Kaidah keempat “pada dasarnya larangan itu bermakna fasad {rusak} secara mutlak” Rasulullah saw bersabda” setiap perkara yang tidak ada perintah kami , maka ia tertolak” Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan , dan setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak , dan tertolak berarti batal.{tidak sah. Fasad}hukumnya
Dakwahdan amar ma’ruf nahi munkar bagi para penceramah adalah menyampaikan ceramah agama dan nasehat yang baik bagi masyarakat Muslim pada umumnya. Dengan mengacu pada kaidah ini, maka prinsip dasar yang harus ditegakkan adalah kemaslahat bagi rakyat. Dalam kaidah fikih lain disebutkan, jika ada dua jalan yang hendak

Amar dan Nahi Seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran harus mengetahui kaidah-kaidah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kaidah tafsir adalah suatu aturan atau pedoman-pedoman dasar yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir dalam menafsirkan suatu ayat dalam Al-Qur’an, termasuk adab dan syarat-syarat seorang mufassir. Seorang mufassir harus berpedoman kepada aturan-aturan tersebut. Dengan mengetahui kaidah-kaidah tersebut seorang mufassir tidak terjadi kekeliruan atau penyimpangan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran karena sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits. Seorang mufassir juga harus mengetahui pembagian kaidah-kaidah tafsir tersebut. Kaidah tafsir terbagi menjadi tiga yaitu Pertama Kaidah dasar tafsir seperti contoh penafsiran ayat Al-Quran dengan ayat Al-Qur’an lainya, ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi, perkataan sahabat atau yang disebut juga dengan tafsir bi al-matsur atau tafsir bi al-riwayah. Kedua Kaidah umum tafsir yaitu kaidah-kaidah yang dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir tersebut seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain sebagainya. Ketiga Kaidah khusus yaitu seperti pembahasan tentang dhamir, isim nakirah dan makrifah, pengulangan isim, mufrad dan jamak, sinonim, pertanyaan dan jawaban dan lain sebagainya. Selain kaidah-kaidah tersebut seorang mufassir juga harus mengetahui kaidah-kaidah ushul fiqih. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan penggalian hukum dengan mengunakan dalil-dalil terperinci. Seorang mufasir sangat penting untuk mengetahui kaidah tersebut yaitu memudahkan untuk menafsirkan ayat Al-Quran juga tidak salah dalam mengambil suatu hukum dari ayat-ayat tersebut. Contoh kaidah-kaidah ushul fiqih seperti Amr dan Nahi, Amm dan Khass, Manthuq dan Mafhum, Mutlaq dan Muqayyad, Mujmal dan Mubayyan dan lain sebagainya. Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas tentang salah satu kaidah usul fiqih yang harus diketahui oleh seorang mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu kaidah Amr dan Nahi. Pembahasan mengenai pengertian Amar, Bentuk-Bentuk, Contoh-Contoh yang menunjukkan kepada amar beserta dengan kaidahnya. Dan juga mengenai tentang Nahi, Bentuk-bentuk Nahi serta Kaidah-kaidah Nahi tersebut. Sehingga seorang mufassir dapat membedakan antara Amar dan Nahi dan hal tersebut sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan penggalian suatu hukum. Amar dan Bentuk-Bentuk Amar Amar Lafaz Amar secara bahasa الامر yang berarti perintah atau suruhan. Amar adalah kebalikan dari Nahi yaitu yang berarti larangan. Sedangkan secara istilah, para ulama banyak yang mendefinisikan Amar tersebut diantaranya امر هو يطلب به الآعلى ممن هوأدنى منه فعلا غير كفٍ Amar adalah suatu lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak[3]. امر هو استدعاء الفعل بالقول على وجه الاستعلاء Amar adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seorang atasan meminta untuk melakukan suatu pekerjaan kepada bawahannya. امر هو طلب الفعل على وجه الاستعلا اى ان الامر يكون اعلى من المأمور Amar adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan, dan oang menyuruh itu lebih tinggi kedudukannya daripada orang yang disuruhnya. Berdasarkan beberapa definisi amar tersebut dapat kita simpulkan adalah lafaz amar yaitu suatu lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang harus dikerjakannya. Lafaz Amar Lafaz yang menunjukkan kepada amar atau perintah tersebut mempunyai beberapa bentuk diantaranya a. Fiil Amar, seperti وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً -٤ Artinya”Dan berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan b. Fiil Mudhari’ yang diawali oleh لام الامر seperti وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ -١٠٤ Artinya”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan Imran104 c. Masdar pengganti Fi’il, seperti وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً -٨٣ Artinya”Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak d. Lafaz yang mengandung makna perintah seperti, امر, كتب, فرض dan sebagainya, contohnya -Menggunakan lafaz faradha قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً -٥٠ Artinya”Sungguh kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka -Menggunakan lafaz kutiba يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ -١٨٣ Artinya”Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa -Menggunakan lafaz amara إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا -٥٨ Artinya “Sesungguhnya Allah memerntahkanmu untuk menyampaikan amanah Amar dalam Al-Qur’an Kaidah-kaidah Amar dalam Al-Qur’an adalah ketentuan-ketentuan yang dipakai oleh Para ulama dalam menentukan suatu hukum yaitu yang terdapat dalam Al-Qur’an. Para ulama merumuskan kaidah-kaidah amar tersebut dalam beberapa kaidah, yaitu Pertama الأمر المطلق يقتضى الوجوب الا لصارف Kaidah pertama menyatakan bahwa pada dasarnya amar perintah itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tertentu. Sebahagian Ulama mengatakan الاصل فى الامر للوجوب ولا تدل على غيره الا بقرينة Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut. Contoh lafaz amar yang menunjukkan kepada wajib وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ -٥٦ وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً -٣٦ Contoh lafaz amar yang menunjukkan kepada selain wajib karena qarinah-qarinah tertentu a. Nadb الندب anjuran seperti فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْراً -٣٣ Artinya”Hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, b. Ibahah الاباحة boleh dikerjakan dan ditinggalkan, seperti فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ -١٠ Artinya”Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi,carilah karunia Allah c. Irsyad الارشاد membimbing atau memberi petunjuk, seperti وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ -٢٨٢ Artinya”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli d. Tahdid التهديد mengancam atau menghardik, seperti اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ -٤٠ Artinya”Perbuatlah apa yang kamu kehendaki e. Ta’jiz التعجيز menunjukkan kelemahan, seperti فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ -٢٣ Artinya”Maka buatla satu surat saja yang semisal dengan Al-Qur’an Contoh-contoh tersebut menunjukkan kepada selain wajib karena adanya qarinah yang menyebabkan berpaling dari makna aslinya. Kedua الامر بالشيء يستلزم النهي عن ضده Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya. Amr merupakan suatu lafaz yang mempunyai makna perintah. Oleh karena itu, Perintah berhubungan untuk tuntutan atau harus dikerjakan, sedangkan larangan adalah untuk ditinggalkannya. Perintah adalah kebalikan dari larangan. Sebagai contoh وَاعْبُدُواْ اللّهَ artinya”Sembahlah Allah.” Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan mempersekutukan Allah. Ketiga الامر يقتضى الفور الا بقرينة Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan. Contoh lafaz amar yang menghendaki segera dilakukan وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ -١٣٣ فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ -١٤٨ Berdasarkan ayat tersebut Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bersegeralah melakukan pekerjaan yang baik dan berlomba-lombalah dalam hal kebaikan. Contoh lafaz amar yang tidak menghendaki segera dilakukan karena adanya qarinah tertentu وأذن في الناس بالحج -٢٧ Artinya”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji Dalam Hadist Nabi SAW. dinyatakan ان الله كتب عليكم الحج فحجوا Artinya”Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu untuk melaksanakan haji, maka berhajilah kamu.” Jumhur Ulama sepakat bahwa perintah mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diluar waktu. Bila dikerjakan diluar waktunya, maka tidak dibolehkan oleh syara’. Keempat الاصل فى المر لا يقتضى التكرار Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan berkali-kali mengerjakan perintah, kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. Para ulama mengelompokkan menjadi 3 yaitu a. Perintah tersebut dikaitkan dengan syarat, seperti وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ -٦ Artinya”Jika kamu berjunub maka, mandilah.” b. Perintah tersebut dikaitkan dengan illat, dengan kaidah الحكم يد ور مع العلة وجودا و عدما “Hukum itu ditentukan oleh ada atau tidak adanya illat.” Seperti hukum rajam sebab melakukan zina. Firman Allah الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ -٢ Artinya”Wanita dan laki-laki yang berzina maka deralah masing-masing seratus kali” c. Perintah tersebut dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu. أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ -٧٨ Artinya”Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir.” Dari paparan tersebut menyatakan bahwa berulangnya kewajibannya itu dihubungkan dengan berulangnya sebab. Dalam kaitannya dengan masalah ini, oleh karena itu, para ulama menetapkan kaidah. Nahi dan Bentuk-Bentuk Nahi Nahi Lafaz nahi secara bahasa adalah النهي yang berarti larangan. Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut النهي هو طلب الترك من الاعلى الى ادنى Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. النهى هو الاقتضا ء كف عن فعل Nahi adalah suatu lafaz yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan. النهي هو قول الذي يستد عي به القاىل ترك الفعل ممن هو دونه Nahi adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seseorang yang tinggi tingkatannya kepada yang rendah tingkatannya untuk meninggalkan suatu pekerjaan. Jadi, Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan meninggalkan sesuatu perbuatan. Nahi yaitu larangan, meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang untuk melakukannya. Lafaz Nahi Ungkapan yang menunjukkan kepada lafaz Nahi itu ada beberapa bentuk yaitu a. Fiil Mudhari’ yang disertai dengan La Nahiyah,seperti لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ -١١ b. Lafaz-lafaz yang memberikan pengertian haram atau perintah untuk meninggalkan sesuatu perbuatan, seperti وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا -٢٧٥ Nahi dalam Al-Qur’an Pertama النهي يقتضى التهريم والفور والدمام الا لقرينة النهي يقتضى التهريم هذا هو الاصل الذي دل عليه النقل و اللغة والفور هذا هو اظهر من ان يستدل عليه, ذلك ان لشيء يجب اجتنابه بمجرد تحريم له والدمام اي حتى يرد دليل يرفعه الا لقرينة فاذا جاءت القرينة الدلة على ان النهي للتنزيه مثلا فانه يصا ر اليها Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarangnya, kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang tidak menghendaki hal tersebut. Contoh lafaz nahi yang menunjukkan haram Al-An’am151 وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ –١٥١ وَلاَ تَمْشِ فِي الأَرْضِ مَرَحاً -٣٧ Imran 130 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً -١٣٠ Lafaz nahi selain menunjukkan haram sesuai dengan qarinahnya juga menunjukkan kepada arti lain, seperti a. Doa الدعاء seperti رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا -٢٨٦ Artinya”Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami lupa b. Irsyad الارشاد memberi petunjuk seperti يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَسْأَلُواْ عَنْ أَشْيَاء إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ -١٠١ Artinya”Wahai orng-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu c. Tahqiq التحقير menghina seperti لاَ تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ -٨٨ Artinya”Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup d. Ta’yis للتاييس menunjukkan putus asa seperti يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ -٧ Artinya”Janganlah kamu mengenukakan udzur pada hari ini e. Tahdid التهديد mengancam seperti لا تطع امرى Kedua النهي يقتضى الفساد مطلقا Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad rusak secara mutlak. Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda كل امر ليس عليه امرنا فهو رد Artinya “Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”. Contohnya وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً -٣٢ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ -٣ Ketiga الاصل في النهي المطلق يقتضي التكرار في جمع الازمنة Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu. Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau sebab-sebab lainnya, maka larangan tersebut menghendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya. Namun bila larangan itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu berlaku bila ada sebab, Seperti يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى -٤٣ Artinya”Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. Hakikat pengertian amr perintah adalah lafaz yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan. Bentuk lafaz amar bermacam-macam diantaranya, fiil amar, fiil mudhari’ yang diawali lam amar, masdar pengganti fiil, dan beberapa lafaz yang mengandung makna perintah seperti, kutiba, amara, faradha. Kaidah-kaidah amar dalam Al-Qur’an yaitu seperti kaidah pertama seperti pada dasarnya amar perintah itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tersebut. Qarinah-qarinah tersebut seperti ibahah, nadb, irsyad, tahdid, ta’jiz yang memalingkan makna asalnya yaitu wajib. Kaidah kedua amar adalah Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya. Kaidah ketiga amar yaitu perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan. Kaidah keempat adalah Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan berkali-kali mengerjakan perintah, kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. Para ulama mengelompokkan menjadi 3 perintah tersebut dikaitkan dengan syarat, perintah dikaitkan dengan illat, perintah dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang bersifat illat. Sedangkan Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. Bentuknya yaitu fiil yang didahului oleh la nahiyah, beberapa lafaz yang mengandung makna nahi. Kaidah nahi yaitu pada dasarnya larangan itu menunjukkan kepada haram kecuali ada qarinah-qarinah tertentu. Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad rusak secara mutlak. Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu. Bagi para mufassir sangat penting untuk mengetahui kaidah-kaidah tersebut karena memudahkan dalam menafsirkan Al-Quran terutama ayat-ayat yang berhubungan dengn penggalian suatu hukum. Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini GOOGLE DRIVE

Kaidahamar ma’ruf nahi munkar menurut ahlussunnah wal jama’ah adalah bahwasanya ahlussunnah wal jamaah beramar ma’ruf nahi munkar dengan dasar ilmu, dengan kelemah lembutan, dan dengan sabar. Dan tujuan yang dicapai adalah perbaikan. Syaikh Shalih Fauzan mengatakan bahwa kaidah amar ma’ruf nahi munkar ini merupakan salah pokok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang amr perintah dan nahi larangan, aam’ dan kahs, mutlaq dan muqayyad, mantuq dan mafhum. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Amar dan Nahi? 2. Apa pengertian Am’ dan Khas? 3. Apa pengertian Mutlaq dan Muqayyad? 4. Apa pengertian Mantuq dan Mafhum? BAB II PEMBAHASAN A. Amar dan Nahi 1. Pengertian dan bentuk-bentuk Amar Menurut mayoritas ulama ushul fiqih, amar adalah suatu tuntutan perintah untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya.[1] Perintah untuk melakukan suatu perbuatan, seperti dikemukakan oleh Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al-Tasyri, disampaikan dalam berbagai redaksi antara lain a. Perintah tegas dengan menggunakan kata amara امر dan yang seakar dengannya. misalnya dalam ayat إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah larang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi ganjaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. QS. An-Nahl/1690 b. Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seseoarang dalam dengan memakai kata kutiba كتب/diwajibkan. Misalnya, dalam surat al-Baqarah ayat 178 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأنْثَى بِالأنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. QS. al-Baqarah/2178 c. Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan jumlah khabariyah, namun yang dimaksud adalah perintah. Misalnya, ayat 228 surat al-Baqarah وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ Artinya “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka para suami itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. al-Baqarah/2228 d. Perintah dengan memakai kata kerja perintah secara langsung. Misalnya, ayat 238 surat al-Baqarah حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ Peliharalah segala salat mu, dan peliharalah shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah dalam salatmu dengan khusyuk. QS. al-Baqarah/2238. e. Perintah dalam bentuk menjanjikan kebaikan yang banyak atas pelakunya. Misalnya, ayat 245 surat al-Baqarah مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. QS. al-Baqarah/2245 1 Hukum-Hukum Yang Mungkin Ditunjukkan Oleh Bentuk Amar Suatu bentuk perintah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Adib Saleh, Guru Besar Ushul Fiqih Universitas Damaskus, bisa digunakan untuk berbagai pengertian, yaitu antara lain Menunjukkan hukum wajib seperti perintah shalat. a Untuk menjelaskan bahwa sesuatu itu boleh dilakukan seperti ayat 51 surat al-Mukminun يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. al-Mukminun/2351 b Untuk melemahkan, misalnya ayat 23 Surat al-Baqarah وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. QS. al-Baqarah/223 c Sebagai ejekan dan penghinaan, misalnya firman Allah berkenaan dengan orang yang ditimpa siksa di akhirat nanti sebagai ejekan atas diri mereka dalam surat al-Dukhan ayat 49 ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. 2 Kaidah-Kaidah Yang Berhubungan Dengan Amar Apabila dalam nash teks syara’ terdapat salah satu dari bentuk perintah tersebut, maka seperti dikemukakan Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang mungkin bisa diberlakukan. Kaidah pertama meskipun dalam suatu perintah bisa menunjukan bebagai pengertian, namun pada dasarnya suatuperintah menunjukan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Kesimpulan ini, di samping didasarkan atas kesepakatan ahli bahasa, juga atas ayat 62 surat an-Nur yang mengancam dan menyiksa orang-orang yang menyalahi perintah Allah. Adanya ancaman siksaan itu menunjukan bahwa suatu perintah wajib dilaksanakan. Contoh perintah yang terbebas dari indikasi yang memalingkan dari hukum wajib adalah ayat 77 surat an-Nisa ... Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat... Ayat tersebut menunjukkan hukum wajib mendirikan solat lima waktu dan menunaikan zakat. Kaidah kedua adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja?, menrt para ulama Ushul Fiqih, pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan berulang-kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukkan perlu terwujudnya perbuatan yang diperintahkan itu dan hal itu sudah bisa tercapai meski pun hanya dilakukan satu kali. Contohnya ayat 196 surat al-Baqarah وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّه... Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. QS. al-Baqarah/2196 Perintah melakukan haji dalam ayat tersebut sudah terpenuhi dengan melakukan satu kali haji selama hidup. Adanya kemestian pengulangan, bukan ditunjukan oleh perintah itusendiri tetapi oleh dalil lain. Misalnya ayat 78 surat al-Isra. Kaidah ketiga adalah suatu perintah haruskah dilakukan sesegera mungkin atau bisa ditunda-tunda? Misalnya pada dalil yang artinya ....Maka berlomba-lombahlah dalam membuat kebaikan... Menurut sebagian ulama, antara lain Abu al-Hasan al-Karkhi. Seperti di nukil Muhammad Adib Shalih, bahwa suatu perintah menunjukkan hukum wajib segera dilakukan. Menurut pendapat ini barang siapa yang tidak segera melakukan di awal waktunya maka ia berdosa. 2. Pengertian dan Bentuk-bentuk Nahi Mayoritas ulama ushul fiqih mendefinisikan nahi sebagai Larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu. Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudri Bik. Allah juga memakai berbagai ragam bahasa. Diantaranya adalah a Larangan secara tegas dengan memakai kata nahaنهي atau yang seakar dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat an-Nahl ayat 90 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.QS an-Nahl/1690. Nabi Saw bersabda Artinya Dari Abi Sa’id Al-Khudri ia berkata”Saya telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda “barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya. Namun, yang demikian merubah kemungkaran dengan hati yaitu adalah selemah-lemahnya iman.” Muslim.[2] b Larangan dengan menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan itu diharamkanحرم. Misalnya, ayat 33 surat al-A’raf قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ Katakanlah "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan mengharamkan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".QS. al-A’raf/733. Dan masih banyak contoh-contoh larangan yang lainnya. 3. Beberapa Kemungkinan Hukum Yang Ditunjukkan Bentuk Nahi Seperti dikemukakan Adib Saleh, bahwa bentuk larangan dalam penggunaannya mungkin menunjukkan berbagai pengertian, antara lain a. Untuk menunjukkan hukum haram misalnya ayat 221 surat al-Baqarah وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. QS. al-Baqarah/2221 b. Sebagai anjuran untuk meninggalkan, misalnya ayat 101 surat al-Maidah يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْ آنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.QS. al-Maidah/5101 c. Penghinaan, contohnya ayat 7 surat al-Tahrin. d. Untuk menyatakan permohonan, misalnya ayat 286 surat al-Baqarah. B. ’Am dan Khas 1. Pengertian Am Am menurut bahasa, artinya merata atau yang umum.[3] Am ialah suatu perkataan yang memberi pengertian umum dan meliputi segala sesuatu yang terkandung dalam perkataan itu hingga tidak terbatas, misalnya Al-Insan yang bearti manusia. Perkataan ini mempunyai pengertian umum. Jadi, semua manusia termasuk dalam tujuan perkataan ini sekali mengucapkkan lafal al-insan bearti meliputi jenis manusia seluruhnya. a. Jenis-Jenis Am Lafal am dapat dibagi menjadi tiga macam 1. Lafal umum yang tidak mungkin ditaksiskan, seperti dalam firman Allah Artinya “Dan tidak ada suatu binatang melata pun bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekynya.” Hud6 2. Lafal umum yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang kekhususannya, seperti dalam firman Allah Artinya “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah” Ali Imran97 3. Lafal umum yang khusus seperti lafal umum yang tidak ditemui tanda yang menunjukkan ditaksis seperti dalam firman Allah Artinya ”Wanita-wanita yang ditalak hendaknya menahan menunggu tiga kali quru’.” Al-Baqarah228 2. Pengertian Khas Lafal khas yaitu perkataan atau susunan yang mengandung arti tertentu yang tidak umum. Jadi khas adalah kebalikan dari am. Dengan demikian, yang dimaksud dengan khas ialah lafal yang tidak meliputi satu hal tertentu tetapi juga dua, atau beberapa hal tertentu tanpa kepada batasan. Artinya tidak mencangkup semua, namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu. Dalam pembahasan ini, ada beberapa iastilah yang erat hubungannya dengan khas, antara lain takhsis dan mukhassis. Takhsis ialah mengeluarkan sebagaian lafal yang berada lingkungan umum menurut batasan yang tidak ditentukan. Sedangkan mukhassis ialah suatau dalil alasan yang menjadi dasar adanya pengeluaran lafal tersebut. C. Mutlaq dan Muqayyad Secara bahasa mutlaq berarti bebas dari ikatan, dan muqayyad berarti terikat.[4] Kata mutlaq menurut istilah seperti dikemukakan Abd al-Wahhab Khallaf, ahli Ushul Fiqih berkebangsaan Mesir, dalam bukunya Ilmu Ushul al-Fiqih, adalah lafal yang menunjukkan suatu kesatuan tanpa dibatasi secara harfiahdengan suatu ketentuan. Seperti misriy seorang mesir, dan rajulun seorang laki-laki, dan sebaliknya lafal muqayyad adalah lafal yang menunjukkan suatu satuan yang secara lafziyah dibatasi dengan suatu ketentuan, misalnya mishriyun muslimun sorang yang berkebangsaan Mesir yang beragama Islam, dan rajulun rasyidun seorang laki-laki yang cerdas. Lafal mutlaq misalnya terdapat pada ayat 234 surat al-Baqarah وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya beridah empat bulan sepuluh hari...... QS. al-Baqarah/2234 Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa azwajan istri-istri yang mati ditinggal suami, masa tunggu mereka iddah selama empat bulan sepuluh hari. Kata azwajan tersebut adalah lafal mutlaq karena tidak membedakan apakah wanita itu sudah pernah digauli suaminya atau belum. Sedangkan contoh lafal muqayyad di antaranya terdapat pada ayat 3 dan 4 surat al-mujadilah وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ.3. فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ4. Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan budak, maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa wajiblah atasnya memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. QS. al-Mujadilah/583-4 Ayat tersebut menjelaskan bahwa yang menjadim kifarat zihar menyerupakan punggung istrinya dengan punggung ibunnya adalah memerdekan seorang hamba sahaya, jika tidak mampu wajib berpuasa selama syahrain mutatabi’ain dua bulan berturu-turut. Dan jika tidak mampu juga berpuasa maka memberi makan 60 orang miskin. Kata syahrain dua bulan, dalam ayat tersebut adalah lafal muqayyad dibatasi dengan mutatabi’ain berturut-turut. Dengan demikian, puasa dua bulan yang menjadi kifarat zihar itu wajib dengan berturut-turut tanpa terputus-putus. D. Mantuq dan Mafhum 1. Pengertian Mantuq dan Mafhum Mantuq, menurut bahasa berarti yang diucapkan, sedang menurut istilah Artinya “apa yang ditunjukkan oleh lafal sesuai dengan yang diucapkan.” Misalnya firman Allah SWT. Artinya ”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan riba.” Al-Baqarah/2275 Adapun Mafhum, menurut bahasa berarti yang dipahami, manurut istilah Artinya “Apa yang ditunjukkan oleh kata tidak sesuai dengan yang diucapkan.” Misalnya firman Allah swt. Artinya”Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ibu dan bapak perkataan “AH”.” AL-Isra’/1723 Kata “Uffin” dalam ayat tersebut berarti mengatakan “AH” atau “HUS” kepada kedua orang tua.[5] Itulah yang disebut makna Mantuq, karena sesuai dengan bunyi ayatnya. Namun dari kata itu dapat diperoleh makna mafhum, atau apa yang dapat dipahami dari kata itu, misalnya kita artikan dengan perbuatan-perbuatan lainnya yang lebih menyakitkan, seperti memukul, menampar, dan lain sebagainya. 2. Macam-macam Mantuq dan Mafhum a. Mantuq dibagi dua, yaitu 1. Mantuq Nas, yaitu lafal atau susunan kalimat yang sudah jelas dan tidak mungkin ditakwilkan kepada arti yang lainnya, selain arti harfiah misalnya maka hendaklah berpuasa 3hari. 2. Mantuq Zahir, yaitu lafal atau susunan kalimat yang memungkinkan untuk ditakwilkan kepada arti lain, selain arti harfiahnya. Misalnya firman Allah Artinya “Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” Ar-Rahman/5527 b. Mafhum dibagi menjadi dua, yaitu 1. Mafhum Muwafaqah. Ada pun pengertian mafhum muafaqah ialah Artinya “Sesuatu yang tidak diucapkan tersirat ada kesamaan dengan yang diucapkan tersurat.” Misalnya, memukul kedua orang tua termasuk perbuatan menyakiti mereka. Membentak kedua orang tua “AH” juga dilarang karena menyakitkan hati mereka jadi, memukul makna tersirat hukumnya sama dengan “AH”. 2. Mafhum Mukhalafah Artinya “Sesuatu yang tidak diucapkan tersirat, berlawanan dengan apa yang diucapkan baik dalam menerapkan hukum maupun meniadakannya.” Misalnya dalam hadis Nabi SAW disebutkan Artinya “ Dalam kambing-kambing yang dikembalakan itu ada zakatnya. Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa kambing-kambing yang tidak digembalakan atau yang diberi makan di kandangnya tidak dikenakan wajab zakat. Mafhaum mukhalafah ini dipahami pula dalil khitab, dan semua mafhum mukhalafah ini dapat dijadikan hujah. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut, 1. Amr adalah Suatu tuntutan perintah untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya. 2. Nahi adalah Larangan melakukan suatu perbuatam dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu. 3. Lafal al-’aam adalah lafal yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuan-satuan afrad yang ada dalam lafal itu tanpa pembatasan jumlah. 4. Khas adalah lafal yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. 5. Mutlaq berarti bebas dari ikatan, dan Muqayyad berarti terikat 6. Mantuq menurut bahasa berarti yang diucapkan sedangkan Mafhum menurut bahasa berarti yang dipahami. DAFTAR PUSTAKA Khairul Uman, Ushul Fiqh II, Bandung CV Pustaka Setia. 2001. Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk Madrasah Aliyah kelas XII, Jakarta PT Gelora Aksara Pratama, 2008. Oneng Nurul Briyah, Materi Hadits, Jakarta Penerbit Kalam Mulia, 2008. Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 2008. [1]Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 178. [2]Oneng Nurul Briyah, Materi Hadits, Jakarta Penerbit Kalam Mulia, 2008. hlm. 191. [3]Khairul Uman, Ushul Fiqh II, Bandung CV Pustaka Setia. 61. [4] Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 206. [5]Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk Madrasah Aliyah kelas XII, Jakarta PT Gelora Aksara Pratama, 2008,
Dantujuan yang dicapai adalah perbaikan. Syaikh Shalih Fauzan mengatakan bahwa kaidah amar ma’ruf nahi munkar ini merupakan salah pokok ahlussunnah wal jama’ah. Beramar ma’ruf nahi munkar maksudnya adalah memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari perbuatan kejelekan dan kerusakan.
Jika sebelumnya sudah membahas fi’il amr, pada kesempatan kali ini akan membahas fi’il nahi. Memang belajar bahasa Arab beserta aturannya tidak semudah bahasa Indonesia, sahabat muslim harus mencari harokat yang pas agar tidak salah makna. Apalagi jika di pesantren, kemampuan ini harus jadi nomor satu. Simak penjelasan lengkapnya dari awal hingga akhir ya! PengertianSighat Fi’il NahiKaidah-Kaidah yang Perlu DiketahuiMenuntut Adanya TahrimApabila Larangannya Tidak Tegas, Justru Itulah yang Sangat HaramLarangan Syar’i Berlaku untuk KeseluruhanPerintah dengan Bentuk Khobar BeritaLarangan itu Menunjukkan KerusakanShare thisRelated posts Amr adalah perintah, sedangkan nahi kebalikannya, berbentuk masdar kata dasar – نھي- ینھي Baca Juga Contoh Fi’il Amr نھیا yang artinya adalah melarang atau mencegah. Pengertian luasnya yaitu ungkapan yang datang dari orang yang kedudukannya lebih tinggi kepada yang lebih rendah agar suatu perbuatan tersebut tidak dilakukan. Tapi dalam ilmu Al-Qur’an, definisinya bisa menjadi lebih sederhana lagi, yaitu tuntutan untuk meninggalkan atau mencegah melakukan suatu pekerjaan tertentu. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik benang merah bahwa nahi harus berupa tuntutan untuk meninggalkan yang ditandai dengan adanya sighat bentuk kalimat larangan. Sighat Fi’il Nahi Sebelum membahas lebih jauh, sahabat muslim harus memahami bahwa sighat adalah bentuk kalimat, ungkapan, ucapan atau lafal yang ditinjau dari segi maknanya tempat dan waktunya. Nahi juga sama seperti Amr yang memiliki beberapa sighat, di antaranya adalaah Menggunakan fi’il mudhori yang akan dikerjakan, karena tidak mungkin kan melarang yang sudah dikerjakan? Pun harus ditambah dengan lam nahi untuk meyakinkan bahwa kalimat tersebut adalah sebuah larangan. Contohnya adalah kata ولا تقربوا janganlah mendekati dalam surat Al-Isra’ ayat 32 وساء سبیلا ولا تقربوا الزنا إنھ كن فا حش Apabila bentuk nakirah bentuk asli tanpa adanya perubahan mengandung nahi, maka hal tersebut merujuk pada sesuatu yang bersifat umum. Misalkan dalam surat An-Nisa’ ayat 36 terdapat kalimat ولا تشركوا yang artinya adalah janganlah berbuat musyrik menyekutukan Allah termasuk kalimat yang umum digunakan. Sehingga makna dari ayat وعبدوا لله ولا تشركوا بھ شیئا . adalah menegaskan untuk tidak menyekutukan Allah dalam bentuk apapun. Sampai sini paham kan? Terkadang juga berbentuk lafaz nahi وینھي seperti yang ada di surat An-Nahl ayat 90 yaitu القحشاء والمنكرعنوینھي Larangan juga terkadang berbentuk sebagai sebuah pernyataan atau kabar berita, contohnya adalah حرمت علیكم أمھا تكم وبنا تكم yang artinya adalah diharamkan atas kamu semua ibu-ibu kamu dan anak-anak kamu. Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah bentuk kalimat larangan bisa bermacam-macam. Baik itu ditambah lam nahi pada kalimat fi’il mudhori, berbentuk pernyataan umum, terdapat kalimat yang “nahi” dan pernyataan/berita. Sahabat muslim harus paham betul akan hal ini. Baca Juga Contoh Fi’il Mudhari Kaidah-Kaidah yang Perlu Diketahui Memahami tata bahasa dalam Al-Qur’an memang tidak bisa sembarangan, harus ada rambu-rambu atau nash yang diperhatikan. Sama halnya dengan fi’il amr, nahi juga mempunyai beberapa kaidah di antaranya adalah Menuntut Adanya Tahrim Nahi menuntut adanya tahrim disegerakan, terus menerus dan selamanya, karena hakikatnya, larangan merupakan sebuah hukum haram yang bisa saja menjadi halal apabila ada dalil qarinah yang menunjukkan. Contohnya dalam surat Al-An’am ayat 6 yang mana Allah melarang riba sampai kapan pun, ولا تأ كلوا الربا أضعا فا مضا عفھ ولا تمش في الأرض مرحا . Apabila Larangannya Tidak Tegas, Justru Itulah yang Sangat Haram Contoh dari kaidah kedua ini sudah banyak yang mengetahui, yaitu dalam surat Al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi ولا تقربوا الزني. Artinya yaitu “dan janganlah Kamu mendekati zina”, kata “mendekati” di sini tidak jelas seperti apa bentuk perbuatannya, apakah itu pacaran atau lainnya. Namun yang perlu dipahami, mendekati saja tidak boleh apalagi melakukannya. Baca Juga ; Tashrif Fi’il Majhul Larangan Syar’i Berlaku untuk Keseluruhan Hampir sama dengan amr ketika Allah memerintahkan sesuatu untuk tidak dilakukan maka harus dipenuhi dan berlaku untuk semuanya, kecuali jika ada pengecualian. Contohnya adalah Allah melarang umatnya memakan anjing semua bagian tubuhnya. Sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi حرمت علیكم المیتة و الدمولحم الخنزیر وما اھل لغیر لله. Pada ayat tersebut maksudnya Allah adalah mengharamkan anjing untuk dimakan, baik itu daging, darah atau segala hal yang melekat padanya. Perintah dengan Bentuk Khobar Berita Dalam ilmu balaghah ada yang disebut dengan kalimat insya’ perkiraan sehingga tidak bisa dikatakan benar atau salah, dan khobar baru benar ketika sudah terbukti secara nyata. Nah dalam kaidah nahi, apabila kalimatnya seperti memperkirakan sesuatu relatif namun disampaikan dalam bentuk berita, maka ini menuntut untuk segera dilakukan. Contohnya adalah larangan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 197 yang berbunyi فلا رفث ولفسوق ولا جدال في الحجا. Artinya adalah ketika ibadah haji itu tidak boleh berkata jorok ataupun bertengkar. Nah definisi berkata jorok tidak menentu, dalam artian tidak ada patokan khusus suatu kata bisa dikatakan “jorok”, tergantung di mana seseorang itu tinggal dan bagaimana budayanya. Namun, justru inilah yang sangat ditekankan dan harus dijauhi. Baca Juga Contoh Isim Mu’rab dan Isim Mabni Larangan itu Menunjukkan Kerusakan Sama dengan kaidah haram, apabila Allah sudah melarang tapi diingkari, maka akan mendapatkan dosa. Oleh karena itu, tidak bisa sembarangan menganalisis nahi dalam Al-Qur’an, harus memperhatikan makna ketegasan di baliknya. Baca Juga Huruf Isim Maushul Sahabat muslim sudah pahamkan mengenai pengertian, bentuk kalimat dan kaidah apa saja yang melekat pada fi’il nahi? Jika sudah, carilah bagaimana contohnya di dalam Al-Qur’an, analisis kira-kira masuk kaidah yang mana. Dengan cara ini, sahabat muslim akan lebih paham tentang ilmu nahwu shorof yang sebenarnya mengasyikkan. Pemuda Muslim Yang Selalu Memperbaiki Hati dan Diri Programmer Blogger Desainer
\n \n \n kaidah amar dan nahi
Daripermasalahan-masalahn tersebut, maka makalah ini akan membahas tentang “KAIDAH – KAIDAH USHUL FIQIH”. Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah.
BAB VI KAIDAH AMAR DAN NAHI A. MENGANALISIS KAIDAH AMAR 1. Pengertian Amar Menurut bahasa amar artinya perintah. Sedangkan menurut istilah amar adalah Tuntutan melakukan pekerjaan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Yang lebih tinggi kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah kedudukannya adalah manusia mukallaf. Jadi amar itu adalah perintah Allah Swt. yang harus dilakukan oleh mukallaf untuk mengerjakannya. Perintah-perintah Allah Swt. itu terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. 2. Bentuk lafadz Amar 1 Fi’il amar, atau kata kerja bentuk perintah, contoh lafadz َأَقِيمُواْ pada QS Al-Baqarah ayat 43 وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ Artinya Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. 2 Fi’il mudhari’ yang didahului oleh “ ل “ amar, contoh lafad “وَلۡتَكُن “ pada QS ali imran 104 وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ Artinya Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang Isim fi’il amar, contoh lafadz “عَلَيۡكُمۡ أَنفُسَكُمۡۖ “, pada QS AL-Maidah ayat 105. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ عَلَيۡكُمۡ أَنفُسَكُمۡۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهۡتَدَيۡتُمۡۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٠٥ Artinya ; Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 4 Masdar pengganti fi’il, contoh lafadz “إِحۡسَٰنًاۚ “, pada QS al-isra ayat 23. ۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣ Artinya ; Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang Kalam khabar bermakna berita, contoh pada QS Al_Baqarah ayat 228. وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ ٢٢٨ Artinya Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri menunggu tiga kali quru'. 6 Lafadz-lafadz yang bermakna perintah, ﺃﻣﺮ , ﻛﺘﺐ , ﻮﺠﺐ , ﻗﺿﻰ , ﻓﺮﺽ contoh pada QS Al-Baqarah 183 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣ Artinya Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,3. Kaidah AmarKaidah-kaidah amar yaitu ketentuan-ketentuan yang dipakai para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu 1 Pada dasarnya amar perintah itu menunjukkan kepada wajib Maksudnya adalah jika ada dalil al-Qur’an ataupun al-Hadis yang menunjukkan perintah wajib apabila tidak dikerjakan perintah tersebut maka berdosa, kecuali dengan sebab ada Perintah itu pada dasarnya tidak menghendaki pengulangan berkali-kali mengerjakan perintah.”Maksud kaidah ini adalah bahwa suatu perintah itu apabila sudah dilakukan, tidak perlu diulang kembali. Contohnya dalam mengerjakan ibadah haji wajibdikerjakan sekali seumur hidup..3 Perintah itu pada dasarnya tidak menunjukkan kepada kesegeraan. Maksud dari kaidah ini adalah, sesungguhnya perintah akan sesuatu tidak harus segera dilakukan. Namun berdasarkan pada kesempurnaan dan kesiapan untuk melakukannya, tidak dilihat dari penghususan waktu melaksanakannya. Contohnya; perintah untuk melakukan ibadah haji tidak harus segera dilaksanakan, namun menunggu kemampuan dan kesanggupan seseoranguntuk Perintah terhadap suatu perbuatan, perintah juga terhadap perantaranya wasilahnya.Maksud kaidah ini adalah bahwa hukum perantara wasilah suatu yang diperintahkan berarti juga sama hukumnya. Contohnya; sholat lima waktu hukumnya wajib. Sholat tidak akan sah tanpa wudhu, maka hukum wudhu sebagai wasilah menjadi wajib sama halnya dengan hukum sholat lima Perintah sesudah larangan berarti diperbolehkan mengerjakan kebalikannya. Maksudnya adalah sesudah dilarang mengerjakan kemudian diperintahkan mengerjakan berarti pekerjaan tersebut boleh dikerjakan. Contoh; pada awalnya tidak diperintahkan wajibkan ziarah kubur, namun pada akhirnya diperintahkan untuk ziarah kubur. Maka perintah ziarah kubur tersebut berhukum boleh mubah.

ViewMAKALAH KAIDAH AMR DAN AA 1MAKALAH KAIDAH AMR DAN NAHI Nama Kelompok: 1. Siti Dwi Mulyana 2. Siti Nur Laili Agustia 3. Putri Octavia 4. Wiwi Lutfiyani MADRASAH ALIYAH AL HIKMAH

PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Hukum-hukum yang ada dalam syari’at islam diambil dari perintah dan larangan Allah atau Utusan-Nya. Dalam ushul fiqih banyak sekali pembahasan tentang kaidah-kaidah yang perintah dan larangan, hukum-hukum perintah dan larangan. Oleh karenanya kami akan sedikit menerangkan tentan kaidah usul fiqh yaitu الامر و النهي 2. RUMUSAN MASALAH Dari diskripsi diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut Apakah yang dinamakan الامر و النهي Apasaja kaidah-kaidah usul fiqih tentang الامر و النهي 3. TUJUAN Tujuan mempelajari makalah ini yaitu memberi sedikit gambaran dan pandangan terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan yang terdapad dalam ajaran Syariat Islam. PEMBAHASAN 1. PERINTAH الامر الامر secara terminologi berarti perintah. secara etimologi Imam Syarifuddin Yahya Al Umrithi mengatakan dalam kitab al-Waroqot وحده استدعاء فعل واجب * بالقول من من كان دون الطالب[1] Bahwasanya larangan yaitu permintaan untuk melakukan suatu pekerjaan yang wajib menggunakan ucapan kepada orang yang drajatnya lebih rendah dari orang yang meminta. Bisa disimpulkan bahwa perintah yaitu permintaan untuk melakukan suatu perkara dari orang yang lebih tinggi drajatnya. Berbeda halnya permintaan melakukan sebuah pekerjaan dari orang yang sama drajatnya, yang mana ini dimakan iltimas. Ataupun dari yang lebih rendah drajatnya maka dinamakan do’a.[2] Dalam pembahasan perintah terdapat kaidah-kaidah dasar sebagai berikut Hukum asal dalam perintah adalah wajib, kecuali ada dalil pertanda yang mengatakan selainya[3]. الاصل في الامر للوجوب الا ان دل دليل على خلافه Jadi hukum dasar perintah yang ada dalam sariat islam itu hukumnya wajib dilaksanakan. Kecuali ada dalil lain yang mengatakan selainya, baik sunah ataupun mubah. Dari kaidah ini bisa disimpulkan perintah bisa mengandung tiga hukum[4] Contoh perintah sholat. اقيموا الصلاة [5] Contoh perintah memberi saksi dalam jual beli واشهدوا اذا تبايعتم dijelaskan kembali dalam hadis ان النبي باع ولم يشهد hadis ini menunjukan bahwa hal ini tidak wajib, akan tetapi sunah. Contoh perintah berburu dalam ayat واذا حللتم فصطادوا[6] dalam ayat ini ada perintah untuk beburu, akan tetapi ada qorinah bahwa perintah berburu ini hukumnya mubah dikarenakan ayat ini menjelaskan oran yang ihroh tidak boleh berburu akan tetapi jika sudah tahalul maka hukumnya sudah diperbolehkan. 2. Hukum asal dalam perintah tidak harus langsung dikerjakan, kecuali ada dalil yang mengatakan hal lain[7]. الاصل في الامر لا يقتضي الفور الا ان دل دليل على خلافه Maksudnya tidak wajib dilakukan seketika itu. Akan tetapi bisa dilakukan pada waktu lain. Akantetapi jika ada dalil tertentu yang menunjukan waktu pelaksanaanya maka harus dilakukan pada waktu tersebut. Contohnya hukum ibadah haji tidak wajib dilakukan segera karena ada qorinah yaitu bagi yang sudah mampu. Contoh yang wajib dilakukan segera yaitu beriman kepada Allah hal ini dikarenakan manusia wajib menjaga keimanan secara terus-menerus[8]. 3. Hukum asal perintah tidak dilakukan berkali-kali. الاصل في الامر لا يقتضي التكرار الا ان دل دليل على خلافه Suatu perintah cukup dilaksanakan sekali saja. Pada intinya wajib dilakukan walaupun hanya sekali dalam seumur hidup, kecuali jika ada dalal lain yang menunjukan pelaksanaanya berulang-ulang, sepertihalnya sholat lima waktu.[9] 4. Perintah berarti juga larangan untuk melakukan kebalikanya[10]. الامر بشيء نهي عن ضده Secara tidak langsung Perintah juga menunjukan ada suatu larangan tentang kebalikan perintah perintah untuk beriman juga berarti larangan untuk kufur. 5 Perintah untuk melakukan sesuatu berarti perintah untuk melakukan perkara yang menjadi lantaran terlaksananya perkara tersebut.[11] الامر بشيء امر بما يتوصل اليه Sudah selayaknya bahwa sebuah perkara pasti ada perantaranya. Demikian pula dalam perintah, perintah untuk melakukan sesuatu juga menunjukan perintah melakukan perantara perkara tersebut. Perintah solat juga berarti perintah untuk melakukan hal-hal yang menjadi syarat sholat[12]. Demikian kaidah-kaidah singkat beserta penjelasan ringkas yang masuk dalam permasalahan perintah. 2. LARANGAN النهي النهي secara bahasa bermakna larangan. sedangkan menurut etimologi yaitu permintaan meninggalkan sesuatu menggunakan kucapan dari orang yang derajatnya lebih tinggi kepada orang yang derajatnya lebih rendah وحده استدعاء تركل قد وجب * بالقول من من كان دون الطالب[13]. Larangan juga bisa diartikan sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu cegahan. Dalam larangan terdapat kaidah-kaidah sebagai berikut 1. Hukum asal larangan adalah karena haram.[14] الاصل في النهي للتحريم Tujuan adanya larangan pada dasarnya karena perkara tersebut tidak boleh dilakukan atau haram. Jadi hukum asal larangan itu untuk mengharamkan. Kecuali ada qorinah atau dalil-dalil lain yang menunjukan bahwa isi dari larangan tersebut bukanlah harom, baik makruh, mubah, atau selainya. Contoh larangan untuk minum arak menunjukakan bahwa minum arak hukumnya haram. 2. Larangan juga berarti perintah untuk melakukan kebalikanya. [15] النهي عن شيء الامر بالضده Sama halnya dengan perintah, larangan juga mengandung hukum perintah untuk melakukan syirik menunjukan wajib beriman. 3. Larangan menunjukan bahwa perkara yang dilarang itu rusak. النهي يدل على فساد المنهي عنه Alasan kenapa ada larangan dikarenakan dalam perkara yang dilarang ada kerusakan. Baik secara hukum maupun secara dzohir. Contoh larangan jual beli barang najis menunjukan bahwa jual belinya rusak dan tidak sah PENUTUP 1. KESIMPULAN Perintah adalah permintaan untuk melakukan sesuatu. Larangan adalah permintaan untuk meninggalkan sesuatu. Hukum asal perintah adalah wajib. Hukum asal larangan adalah haram. Perintah terhadap sesuatu larangan melakukan kebalikanya, begitu juga sebaliknya. Perintah tidak harus segera dilakukan dan berulang-ulang. Perintah melakukan sesuatu juga perintah melakukan perantara perkara tersebut. Larangan terhadab suatu perkara menunjukan kerusakan perkara tersebut. 2. PESAN Kita sebagai umat islam hendaknya faham tentang konsep hukum islam dan syariat islam. Juga memahami kandungan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, tidak hanya menjadi pengikut buta yang tidah mengetahui sumbernya. DAFTAR PUSTAKA Yahya ,Syarifuddiin Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. —————–Jakarta. 2011 Abdurrohman, al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Khitob ,Muhammad. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. —————-Jakarta. 2011 Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo ————-Magelang. 2005. Al Quran Muhammad , hamid , Abdul. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah —————-Jakarta. 2011 [1] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 46. [2] Abdurrohman al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Hal 18-19. [3] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 47. [4] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 20. [5] al an’am ayat 72. [6] al maidah ayat 2. [7] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 49. [8] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 21. [9] ibid [10] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [11] ibid [12] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [13] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 52. [14] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 24. [15] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. SILABUS Mata Kuliah: Ushul Fiqh 2. Fakultas: Ekonomi dan Bisnis. Prodi: Ekonomi Islam. Semeter: 4A. Bobot: 2 SKS. Deskripsi Mata Kuliah. Matakuliah ini adalah matakuliah lanjutan dari matakuliah ushul fiqh 1, dimana matakuliah ini menerangkan kegiatan muamalah kontemporer seperti objek kajian ushul fiqih, hukum wadhi’ dan baik dan buruk seorang hakim serta
Kaidah-kaidah Membikin F’il Amar dan Fi’il Nahi Tulisan ini saya nukil dari Kitabut Tashrif karangan Ust. A Hassan. Dalam kitab aslinya tertulis dengan tulisan arab melayu, saya mencoba menuliskannya dengan tulisan latin tanpa merubah sedikitpun kata-katanya. Semoga bermanfaat. Kaidah-kaidah Membikin F’il Amar dan Fi’il Nahi Diambil atau dibikin f’il amar dari fi’il mudhari’ mukhathab yang enam, dengan empat perkara Dibuang huruf mudhara’ah dari awalnya yaitu “taa” تَ . Ditambah hamzah sesudah itu lantaran tak bias berbunyi. Hamzah ini barisnya kasrah kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعِلُ dan يَفْعَلُ , dan baris dhammah kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعُلُ . Dimatikan akhir mufrad mudzakkar. Dibuang semua nun yang di akhir-akhir kalimat kecuali nun di jamak muannats, misalnya تَفْعِلُ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلُوْنَ تَفْعِلِيْنَ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلْنَ Sesudah dibuang taa’ tinggal َفْعِلُ َفْعِلاَنِ َفْعِلُوْنَ َفْعِلِيْنَ َفْعِلاَنِ َفْعِلْنَ Lantas ditambah hamzah yang berkasrah di awalnya lantaran tidak berbunyi, maka jadi اَفْعِلُ اََفْعِلاَنِ َاَفْعِلُوْنَ َاَفْعِلِيْنَ َاَفْعِلاَنِ اََفْعِلْنَِِ Kemudian dimatikan mufrad mudzakkar yaitu yang pertama dan dibuang semua nun kecuali nun di kalimat yang keenam, maka jadilah اَفْعِل اََفْعِلاَ َاَفْعِلُوَْاَ َاَفْعِلِيْ َاَفْعِلاَ اََفْعِلْنَِِ Kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعَلُ , maka amarnya begini اِفْعَلْ اِفْعَلاَ اِفْعَلُوا اِفْعَلِيْ اِفْعَلاَ اِفْعَلْنَ Kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعُلُ , maka amarnya begini اُفْعُلْ اُفْعُلاَ اُفْعُلُوا اُفْعُلِيْ اُفْعُلاَ اُفْعُلْنَ Cobalah tuan periksa di bab يَفْعِلُ يَفْعَلُ dan يَفْعُلُ betulkah rupa fi’il amar begitu atau tidak? Fi’il nahi juga dikeluarkan dari fi’il mudhari’ mukhathab yang enam dengan tiga cara Tambah لاَ awalnya. Matikan akhir mufrad mudzakkar yaitu kalimat yang pertama. Buang semua nun yang di akhir kalimat kecuali nun yang di akhir kalimat keenam. Misalnya تَفْعِلُ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلُوْنَ تَفْعِلِيْنَ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلْنَ Sesudah ditambah لاَ dan dimatikan dan dibuang nun jadi begini لاَتَفْعِلْ لاَتَفْعِلاَ لاَتَفْعِلُوْاَ لاَتَفْعِلِيْ لاَتَفْعِلاَ لاَتَفْعِلْنَ Kalau bab يَفْعُلُ tentulah ain fi’ilnya berdhammah. Kalau bab يَفْعَلُ tentulah ain fi’ilnya berfathah. Cobalah tuan periksa di dalam enam bab yang telah lalu setujukah atau tidak. Perhatikan Cara mengeluarkan fi’il nahi di bab-bab yang akan dating semuanya sama dengan ini. Navigasi pos
BABVI : KAIDAH AMAR DAN NAHI 128. A Menganalisis Kaidah Amar 131. 1 Pengertian Amar 131. 2 Bentuk Sighat Amar (Lafadz Amar) 131. 3 Kaidah Amar 133. B Menganalisis Kaidah Nahi 137. 1 Pengertian Nahi 137. 2 Bentuk Sighat Nahi (Lafadz Nahi) 138. 3 Kaidah Nahi 138. C Refleksi Diri Pemahaman Materi 142.

Kaidah amar dan amar dan mufidahPengertian kaidah amar Amar tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kata amar secara etimologi artinya suruhan, perintah dan perbuatan. Kata amar secara terminologi artinya tuntutan memperbuat dari atasan kepada bawahan. Kata amar menurut Jumhur ulama’ Ushul, definisi amr adalah lafadz yang menunjukkan

Subtopik dalam bab ini adalah pengenalan, pengertian Lafaz, pengertian Lafaz Amar dan Lafaz Nahi, bentuk Lafaz Amar dan Nahi, pengecualian Hukum Asas bagi Lafaz Amar dan . Nahi, pandangan Ulama Berhubung Fi‟il Amar, lafaz Dalam Usu>l Fikah, kaedah Pendalilan Lafaz, . 2.1 Pengenalan . Bab ini akan membincangkan berkenaan konsep pendalilan lafaz amar dan Amar dan Nahi 1. Pengertian dan bentuk-bentuk Amar Menurut mayoritas ulama ushul fiqih, amar adalah suatu tuntutan perintah untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya. [1] Perintah untuk melakukan suatu perbuatan, seperti dikemukakan oleh Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al-Tasyri, disampaikan dalam berbagai redaksi antara lain a. Perintah tegas dengan menggunakan kata amara ﺍﻣﺮ dan yang seakar dengannya. misalnya dalam ayat ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍﻹﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِ ﺫِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah larang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi ganjaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. QS. An-Nahl/1690 b. Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seseoarang dalam dengan memakai kata kutiba ﻛﺘﺐ /diwajibkan. Misalnya, dalam surat al-Baqarah ayat 178 ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟْﻘِﺼَﺎﺹُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﺘْﻠَﻰ ﺍﻟْﺤُﺮُّ ﺑِﺎﻟْﺤُﺮِّ ﻭَﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻭَﺍﻷﻧْﺜَﻰ ﺑِﺎﻷﻧْﺜَﻰ ﻓَﻤَﻦْ ﻋُﻔِﻲَ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﺃَﺧِﻴﻪِ ﺷَﻲْﺀٌ ﻓَﺎﺗِّﺒَﺎﻉٌ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﺃَﺩَﺍﺀٌ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺑِﺈِﺣْﺴَﺎﻥٍ ﺫَﻟِﻚَ ﺗَﺨْﻔِﻴﻒٌ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻓَﻤَﻦِ ﺍﻋْﺘَﺪَﻯ ﺑَﻌْﺪَ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻠَﻪُ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. QS. al-Baqarah/2178 c. Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan jumlah khabariyah, namun yang dimaksud adalah perintah. Misalnya, ayat 228 surat al-Baqarah ﻭَﺍﻟْﻤُﻄَﻠَّﻘَﺎﺕُ ﻳَﺘَﺮَﺑَّﺼْﻦَ ﺑِﺄَﻧْﻔُﺴِﻬِﻦَّ ﺛَﻼﺛَﺔَ ﻗُﺮُﻭﺀٍ ﻭَﻻ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟَﻬُﻦَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜْﺘُﻤْﻦَ ﻣَﺎ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﺃَﺭْﺣَﺎﻣِﻬِﻦَّ ﺇِﻥْ ﻛُﻦَّ ﻳُﺆْﻣِﻦَّ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ ﻭَﺑُﻌُﻮﻟَﺘُﻬُﻦَّ ﺃَﺣَﻖُّ ﺑِﺮَﺩِّﻫِﻦَّ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺍﺩُﻭﺍ ﺇِﺻْﻼﺣًﺎ ﻭَﻟَﻬُﻦَّ ﻣِﺜْﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﻟِﻠﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ ﺩَﺭَﺟَﺔٌ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺰِﻳﺰٌ ﺣَﻜِﻴﻢٌ Artinya “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka para suami itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. al-Baqarah/2228 d. Perintah dengan memakai kata kerja perintah secara langsung. Misalnya, ayat 238 surat al-Baqarah ﺣَﺎﻓِﻈُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﺍﻟْﻮُﺳْﻄَﻰ ﻭَﻗُﻮﻣُﻮﺍ ﻟِﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻧِﺘِﻴﻦَ Peliharalah segala salat mu, dan peliharalah shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah dalam salatmu dengan khusyuk. QS. al-Baqarah/2238. e. Perintah dalam bentuk menjanjikan kebaikan yang banyak atas pelakunya. Misalnya, ayat 245 surat al-Baqarah ﻣَﻦْ ﺫَﺍ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﻘْﺮِﺽُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻗَﺮْﺿًﺎ ﺣَﺴَﻨًﺎ ﻓَﻴُﻀَﺎﻋِﻔَﻪُ ﻟَﻪُ ﺃَﺿْﻌَﺎﻓًﺎ ﻛَﺜِﻴﺮَﺓً ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﻭَﻳَﺒْﺴُﻂُ ﻭَﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥَ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. QS. al-Baqarah/2245 1 Hukum-Hukum Yang Mungkin Ditunjukkan Oleh Bentuk Amar Suatu bentuk perintah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Adib Saleh, Guru Besar Ushul Fiqih Universitas Damaskus, bisa digunakan untuk berbagai pengertian, yaitu antara lain Menunjukkan hukum wajib seperti perintah shalat. a Untuk menjelaskan bahwa sesuatu itu boleh dilakukan seperti ayat 51 surat al-Mukminun ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞُ ﻛُﻠُﻮﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻄَّﻴِّﺒَﺎﺕِ ﻭَﺍﻋْﻤَﻠُﻮﺍ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﺇِﻧِّﻲ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ ﻋَﻠِﻴﻢٌ Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. al-Mukminun/2351 b Untuk melemahkan, misalnya ayat 23 Surat al-Baqarah ﻭَﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﻳْﺐٍ ﻣِﻤَّﺎ ﻧَﺰَّﻟْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺒْﺪِﻧَﺎ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑِﺴُﻮﺭَﺓٍ ﻣِﻦْ ﻣِﺜْﻠِﻪِ ﻭَﺍﺩْﻋُﻮﺍ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺻَﺎﺩِﻗِﻴﻦَ Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. QS. al-Baqarah/223 c Sebagai ejekan dan penghinaan, misalnya firman Allah berkenaan dengan orang yang ditimpa siksa di akhirat nanti sebagai ejekan atas diri mereka dalam surat al-Dukhan ayat 49 ﺫُﻕْ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰُ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳﻢُ Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. 2 Kaidah-Kaidah Yang Berhubungan Dengan Amar Apabila dalam nash teks syara’ terdapat salah satu dari bentuk perintah tersebut, maka seperti dikemukakan Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang mungkin bisa diberlakukan. Kaidah pertama meskipun dalam suatu perintah bisa menunjukan bebagai pengertian, namun pada dasarnya suatuperintah menunjukan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Kesimpulan ini, di samping didasarkan atas kesepakatan ahli bahasa, juga atas ayat 62 surat an-Nur yang mengancam dan menyiksa orang-orang yang menyalahi perintah Allah. Adanya ancaman siksaan itu menunjukan bahwa suatu perintah wajib dilaksanakan. Contoh perintah yang terbebas dari indikasi yang memalingkan dari hukum wajib adalah ayat 77 surat an-Nisa … Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat… Ayat tersebut menunjukkan hukum wajib mendirikan solat lima waktu dan menunaikan zakat. Kaidah kedua adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja?, menrt para ulama Ushul Fiqih, pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan berulang-kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukkan perlu terwujudnya perbuatan yang diperintahkan itu dan hal itu sudah bisa tercapai meski pun hanya dilakukan satu kali. Contohnya ayat 196 surat al-Baqarah ﻭَﺃَﺗِﻤُّﻮﺍ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﻟِﻠَّﻪ … Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. QS. al-Baqarah/2196 Perintah melakukan haji dalam ayat tersebut sudah terpenuhi dengan melakukan satu kali haji selama hidup. Adanya kemestian pengulangan, bukan ditunjukan oleh perintah itusendiri tetapi oleh dalil lain. Misalnya ayat 78 surat al-Isra. Kaidah ketiga adalah suatu perintah haruskah dilakukan sesegera mungkin atau bisa ditunda-tunda? Misalnya pada dalil yang artinya ….Maka berlomba-lombahlah dalam membuat kebaikan… Menurut sebagian ulama, antara lain Abu al-Hasan al-Karkhi. Seperti di nukil Muhammad Adib Shalih, bahwa suatu perintah menunjukkan hukum wajib segera dilakukan. Menurut pendapat ini barang siapa yang tidak segera melakukan di awal waktunya maka ia berdosa. 2. Pengertian dan Bentuk-bentuk Nahi Mayoritas ulama ushul fiqih mendefinisikan nahi sebagai Larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu. Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudri Bik. Allah juga memakai berbagai ragam bahasa. Diantaranya adalah a Larangan secara tegas dengan memakai kata naha ﻧﻬﻲ atau yang seakar dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat an-Nahl ayat 90 ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍﻹﺣْﺴَﺎﻥِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِ ﺫِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮْﺑَﻰ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﺤْﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲِ ﻳَﻌِﻈُﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. QS an-Nahl/1690. Nabi Saw bersabda Artinya Dari Abi Sa’id Al-Khudri ia berkata”Saya telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda “barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya. Namun, yang demikian merubah kemungkaran dengan hati yaitu adalah selemah-lemahnya iman.” Muslim. [2] b Larangan dengan menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan itu diharamkan ﺣﺮﻡ . Misalnya, ayat 33 surat al-A’raf ﻗُﻞْ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺣَﺮَّﻡَ ﺭَﺑِّﻲَ ﺍﻟْﻔَﻮَﺍﺣِﺶَ ﻣَﺎ ﻇَﻬَﺮَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ ﻭَﺍﻹﺛْﻢَ ﻭَﺍﻟْﺒَﻐْﻲَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﺃَﻥْ ﺗُﺸْﺮِﻛُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳُﻨَﺰِّﻝْ ﺑِﻪِ ﺳُﻠْﻄَﺎﻧًﺎ ﻭَﺃَﻥْ ﺗَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﻻ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ Katakanlah “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan mengharamkan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.QS. al-A’raf/733. Dan masih banyak contoh-contoh larangan yang lainnya. Beberapa Kemungkinan Hukum Yang Ditunjukkan Bentuk Nahi Seperti dikemukakan Adib Saleh, bahwa bentuk larangan dalam penggunaannya mungkin menunjukkan berbagai pengertian, antara lain a. Untuk menunjukkan hukum haram misalnya ayat 221 surat al-Baqarah ﻭَﻻ ﺗَﻨْﻜِﺤُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛَﺎﺕِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺆْﻣِﻦَّ ﻭَﻷﻣَﺔٌ ﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﻣُﺸْﺮِﻛَﺔٍ ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻋْﺠَﺒَﺘْﻜُﻢْ ﻭَﻻ ﺗُﻨْﻜِﺤُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ ﻭَﻟَﻌَﺒْﺪٌ ﻣُﺆْﻣِﻦٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﻣُﺸْﺮِﻙٍ ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻋْﺠَﺒَﻜُﻢْ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﺪْﻋُﻮ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻐْﻔِﺮَﺓِ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِ ﻭَﻳُﺒَﻴِّﻦُ ﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺘَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. QS. al-Baqarah/2221 b. Sebagai anjuran untuk meninggalkan, misalnya ayat 101 surat al-Maidah ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻ ﺗَﺴْﺄَﻟُﻮﺍ ﻋَﻦْ ﺃَﺷْﻴَﺎﺀَ ﺇِﻥْ ﺗُﺒْﺪَ ﻟَﻜُﻢْ ﺗَﺴُﺆْﻛُﻢْ ﻭَﺇِﻥْ ﺗَﺴْﺄَﻟُﻮﺍ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﺣِﻴﻦَ ﻳُﻨَﺰَّﻝُ ﺍﻟْﻘُﺮْ ﺁﻥُ ﺗُﺒْﺪَ ﻟَﻜُﻢْ ﻋَﻔَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻏَﻔُﻮﺭٌ ﺣَﻠِﻴﻢٌ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. QS. al-Maidah/5101 c. Penghinaan, contohnya ayat 7 surat al-Tahrin. d. Untuk menyatakan permohonan, misalnya ayat 286 surat al-Baqarah. DAFTAR PUSTAKA Khairul Uman, Ushul Fiqh II, Bandung CV Pustaka Setia. 2001. Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk Madrasah Aliyah kelas XII, Jakarta PT Gelora Aksara Pratama, 2008. Oneng Nurul Briyah, Materi Hadits, Jakarta Penerbit Kalam Mulia, 2008. Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 2008. [1] Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 178. [2] Oneng Nurul Briyah, Materi Hadits, Jakarta Penerbit Kalam Mulia, 2008. hlm. 191. [3] Khairul Uman, Ushul Fiqh II, Bandung CV Pustaka Setia. 61. [4] Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 206. [5] Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk Madrasah Aliyah kelas XII, Jakarta PT Gelora Aksara Pratama, 2008,

KaidahKaidah yang Berkaitan dengan Amar & Nahi Amar adalah tuntutan mengerjakan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya, untuk bawahannya. Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan amar sebagai berikut: 1. Amar menunjukkan arti “wajib”. Pada dasarnya amar menunjukkan arti wajib, dan tidak menunjukkan kepada arti.

AMAR DAN NAHI Telah ditetapkan bahwa hukum syar’i itu adalah Kitab titah Allah, yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan. Kitab dalam bentuk tuntutan ada dua bentuk yaitu tuntutan yang mengandung beban hukum untuk dikerjakan disebut perintah amar dan tuntutan yang mengandung beban hukum untuk ditinggalkan yang disebut dengan larangan nahi. A. Amar Amar dapat dilihat dari beberapa segi, antara yang satu dengan lainnya saling berkaitan; 1. Hakikatnya, 2. Definisinya, 3. Ucapan yang digunakan, 4. Penunjukkannya. Hakikat Amar Kata amar banyak terdapat dalam al-Qur’an. Ada yang mengandung arti “ucapan” atau “perkataan”. Contohnya firman Allah dalam surat Thaha ayat 132 132. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat ….. Ada juga kata amar yang tidak mengandung arti ucapan; diantaranya seperti untuk “sesuatu” atau “urusan” atau “perbuatan”. Beberapa arti amar dapat dilihat dalam contoh-contoh ayat di bawah ini; Surat al-Syura 38 38. … urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka…. Amar dalam ayat ini mengandung arti “urusan” Surat Ali Imran 159 159. …dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam segala sesuatu … Amar dalam ayat ini mengandung arti “sesuatu”. Surat al-Thalaq 9 Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar. Amar dalam ayat ini mengandung arti “perbuatan” Definisi Amar Dalam setiap kata amar mengandung tiga urusan, yaitu Ø Yang mengucapkan kata amar atau yang disuruh Ø Yang dikenai kata amar atau yang disuruh Ø Ucapan yang digunakan dalam suruhan itu Perbincangan mengenai hal definisi amar ada perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul dalam merumuskannya Diantara ulama, termasuk ulama mu’tazilah mensyaratkan bahwa kedudukan pihak yang menyuruh harus lebih tinggi dari pihak yang disuruh. Kalau kedudukan yang menyuruh lebih rendah dari yang disuruh, maka tidak dapat disebut amar, tetapi disebut “doa”, seperti disebutkan dalam al-Qur’an Surat Nuh 28 28. Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, … Sebagian besar ulama, termasuk Qodhi Abu Bakar dan Imam Haramain mendefinisikan amar sebagai berikut “Suatu ucapan yang menuntut kepatuhan dari yang menyuruh untuk mengerjakan suatu perkataan yang disuruhnya.” Sighat Amar Dikatakan ulama ushul diperbincangan tentang apakah dalam menggambarkan amar menuntut orang mengerjakan sesuatu ada ucapan yang dikhususkan untuk itu, sehingga dengan ucapan itu akan diketahui bahwa maksudnya adalah perintah untuk berbuat. Atau untuk amar itu tidak ada kata khusus, tetapi untuk mengerjakan sebagai suruhan tergantung kepada kehendak orang yang menggunakan kata amar itu. Dalam hal ini terdapat perbedaana dikalangan ulama 1. Banyak ulama ushul fiqh berpendapat bahwa untuk tujuan menyuruh amar itu ada ucapan tertentu dalam penggunaan bahasa, sehingga tanpa ada qarinah apapun kita dapat mengetahui bahwa maksudnya adalah perintah. 2. Abu al-Hasan dari kalangan ulama mu’tazilah berpendapat bahwa amar itu tidak dinamakan amar dengan semata melihat kepada lafadnya, tetapi dapat disebut amar, karena ada kehendak dari orang yang menyuruh untuk melakukan perbuatan itu. 3. Abul Hasan dari kalangan ulama al-Asy’ariah ia berpendapat bahwa amar itu tidak mempunyai sighat tertentu. Amar dari Segi Dilalah penunjukan dan Tuntutannya Setiap lafadz amar menunjuk kepada dan menuntut suatu maksud tertentu. Maksud tersebut dapat diketahui dari sighat lafadz itu sendiri. Berikut adalah diantara bentuk tuntutan dari kata amar Untuk hukum wajib, artinya lafadz amar itu menghendaki pihak yang disuruh wajib melaksanakan apa yang tersebut dalam lafadz itu. Umpamanya firman Allah dalam surat An-Nisa 77; 77. …Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!” .. Amar di dalam ayat ini menimbulkan hukum wajib meskipun tanpa qarinah yang mengarahkannya untuk itu. Untuk hukum nadb atau sunnat, artinya hukum yang timbul dari amar itu adalah nadb, bukan untuk wajib. Contohnya dalam surat al-Nur 33 hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, Lafadz kitabah, yaitu kemerdekaan dengan pembayaran cicilan yang disuruh dalam ayat tersebut, menimbulkan hukum nadb, sehingga bagi yang menganggap tidak perlu, maka tidak ada ancamannya apa-apa. B. Nahi Definisi Nahi Pembicaraan ulama dalam pembahasan tentang “amar” yang menyangkut hakikat, sikap dalam mengucapkan, dan kedudukan yang memberikannya, berlaku pula dalam pembicaraan tentang “nahi” larangan[1]. Apabila dalam nash syara’ terdapat lafazd khos dalam bentuk larangan, atau bentuk berita yang mengandung pengertian larangan, maka lafadz itu memberi pengertian haram, artinya tuntutan menahan sesuatu yang dilarang dengan pasti. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al Baqarah 221 ..Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. … Dari ayat tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa haram seorang lelaki muslim mengawini wanita musyrik sampai ia beriman[2]. Jadi, definisi Nahi adalah “Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti, tidak menggunakan Tinggalkanlah’, atau yang sejenisnya.” Hakikat Nahi Memang dalam al-Qur’an terdapat beberapa kemungkinan maksud dari larangan. Untuk apa sebenarnya hakikat nahi itu dalam pengertian lughawi? Hal ini menjadi perbincangan di kalangan ulama, yaitu Jumhur ulama yang berpendapat bahwa hakikat asal nahi itu adalah untuk haram dan ia baru bisa menjadi bukan haram bila ada dalil lain yang menunjukkannya. Dalam hal ini Jumhur ulama mengemukakan sebuah kaidah yang populer “Asal dari larangan adalah untuk hukum haram” Ulama Mu’tazilah yang berpendapat bahwa hakikat amar adalah untuk nadb sunnat, dan berpendapat bahwa nahi itu menimbulkan hukum karahah makruh. Berlakunya untuk haram tidak diambil dari larangan itu sendiri tetapi karena ada dalil lain yang memberi petunjuk Hubungan Timbal Balik Antara Amar dan Nahi Amar tentang sesuatu berarti tuntutan mengerjakan sesuatu itu. Sedangkan nahi atas sesuatu berarti tuntutan menjauhi sesuatu itu. Apabila suatu perbuatan disuruh untuk dikerjakan apakah berarti sama dengan kebalikannya berupa larangan untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Atau dengan kata lain, apakah amar tentang sesuatu sama dengan nahi terhadap lawan sesuatu itu. Sebelumnya perlu dijelaskan mengenai bentuk lawan dari suatu kata. Bentuk pertama adalah lafadz yang hanya mempunyai satu lawan kata. Bentuk yang seperti ini disebut alternatif. Umpamanya lawan kata bergerak adalah diam. Bentuk kedua adalah lafadz yang lawan katanya lebih dari satu, disebut kontradiktif. Umpamanya, lawan kata berdiri adalah duduk, bertaring, jongkok dan sebagainya. 1. Segolongan ulama, diantaranya ulama Hambali, berpendapat bahwa bila datang larangan mengerjakan satu perbuatan dan ia hanya mempunyai satu lawan satu kata, berarti disuruh melakukan lawan kata dari segi artinya. Misalnya, dilarang bergerak berarti disuruh untuk diam. Bila lawan kata dari yang dilarang itu banyak berarti disuruh melakukan salah satu dari lawan katanya. Mereka mengemukakan alasan bahwa bila dilarang melakukan sesuatu perbuatan berarti wajib meninggalkannya dan tidak mungkin meninggalkannya kecuali dengan cara melakukan salah satu diantara lawan-lawan kata tersebut. 2. Banyak ulama, diantaranya Imam Haramain, al-Ghazali, al-Nawawi, al-Jufani dan lainnya berpendapat bahwa amar nafsi tentang sesuatu yang tertentu, baik hukumnya wajib atau nadb bukanlah berarti larangan mengerjakan lawan sesuatu itu dan juga tidak merupakan kebiasaan bagi lawannya baik larangan itu menghasilkan hukum haram/karahah, baik lawan kata itu satu atau lebih dari satu.[3] [1] Amir Syarifuddin., Ushul Fiqih Jilid 2, Jakarta Logos Wacana Ilmu, 2001 hal. 159 [2] Abdul Wahab Khalaf., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Gema Insani Risalah Press, 1997. Cet. 2, hal. 351 [3] Amir Syarifuddin., Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta Logos Wacana Ilmu, 2000. 2001. AmarMaaruf dan Nahi Mungkar merupakan tuntutan kepada semua pihak. Sabda Rasulullah S.A.W: Kaedah kedua adalah melalui lisan atau percakapan iaitu merangkumi kata-kata nasihat, teguran, pengajaran, tunjuk ajar dan lain-lain mengikut keadaan. Ia juga mungkin boleh dilakukan melalui kaedah perbincangan atau perdebatan untuk menyampaikan BAB I PENDAHULUAN A .Latar Belakang Ushul fiqh sebagai ilmu metodologi penggalian dari berbagai hukum untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Penggalian hukum tersebut mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama islam khususnya. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kalian lughawiyah sangat penting sekali dipelajari karna sumber hukumnya yaitu Al-Quran dan hadist yang menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung di dalamnya. Dalam makalah ini kami ingin membahas mengenai pembagian dari kaidah lughawiyah itu sendiri yang beupa lafazh untuk mengerjakan amar dan juga lafazh untuk meninggalkan nahyi. Agar kita memahami apa yang seharusnya dilakukan oleh para mukallaf demi kesejahteraan hidupnya. BAB II PEMBAHASAN KAIDAH LUGHAWIYAH Telah dijelaskan bahwa hukum syar’i itu adalah khitabtitahAllah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan . Khitab dalam bentuk tuntutan ada dua bentuk, yaitu tuntutan untuk mengerjakan dan tuntutan untuk meninggalkan. Setiap tuntutan mengandung taklif beban hukum atas pihak yang dituntut; dalam hal ini adalah manusia mukallaf. Tuntutan yang mengandung beban hukum untuk mengerjakan disebut perintah atau “amar”. Sedangkan tuntutan yang mengandung bebab hukum untuk ditinggalkan disebut larangan atau “nahi”. Pembahasan mengenai lafaz dari segi sighat taklif mengandung dua pembahasan , yaitu tentang amar dan nahi. Amar Menurut jumhur ulama ushul, definisi amr adalah lafazh yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan.[1] Adapun menurut bahasa amr itu berrati perintah .Definisi tersebut tidak hanya ditujukan pada lafazh yang memakai sighat amr,tetapi ditujukan pula pada semua kalimat yang mengandung perintah, karena kalimat perintah tersebut terkadang menggunakan kalimat majazi samar.Namun yang paling penting dalam amr adalah bahwa kalimat tersebut mengandung unsur tuntutan untuk mengerjakan sesuatu. amar Para ulama ushul telah menyepakati bahwa bentuk amr ini digunakan untuk berbagai macam menyebutkan sebanyak 15 macam Al-Mahalli dalam Syarah Jamu’ Al-Jawami’ menyebutkan sebanyak 26 makna .Demikian pula mereka sepakat bahwa bentuk amr secara hakikat digunakan untuk thalab tuntutan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai thalab ini .Apakah dengan sendirinya menunjukkan wajib ataukah diperlukan adanya qarinah . Menurut jumhur ulama , amr itu secara hakikat menunjukkan wajib dan tidak bisa berpaling dari arti lain, kecuali bila ada qarinah . Golongan kedua ,yaitu mazhab Abu Hasyim dan sekelompok ulama mutakallimin dari kalangan Mu’tazilah menyatakan bahwa hakikat amr itu adalah nadb. Golongan ketiga berpendapat bahwa amr itu musytarak antara wajib dan nadb , pendapat ini dipengaruhi oleh Abu Mansur Al-Maturidi. Pendapat keempat, Qadi Abu Bakar , Al-Ghazali, dan lain lain ,menyatakan bahwa amr itu maknanya bergantung pada dalil yang menunjukkan maksudnya. amr bila tidak disertai qarinah Makna hakiki amr yang diperselisihkan diatas ialah apabila amr itu tidak disertai suatu qarinah. Golongan Zahiriyah, antara lain Ibnu Hazm berpendapat bahwa amr yang terdapat dalam Al-Qur’an ,sungguhpun disertai qarinah tetap menunjukkan wajib, kecuali kalau ada nash lain atau ijma’ yang memalingkan pengertian amr dari wajib . Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa tidak adanya qarinah menunjukkan wujub . Sebaliknya, adanya suatu qarinah sudah cukup dapat mengubah hakikat arti amr itu .[2] Dari kedua sikap ulama diatas , ada dampak luas pada penetapan hukum . Contoh yang dapat dikemukakan disini ialah masalah pencatatan dan persaksian dalam hutang piutang . Menurut Zahiriyah , pencatatan dalam persaksian hutang piutang ini adalah wajib, berdasarkan ayat 282 ,Al-Baqarah. Bentuk amar pada ayat tersebut menunjukan wajib dan tidak bisa menyimpang dari arti zahir kecuali dengan nash atau ijma’ Ibnu Hazm80. Menurut jumhur ulama , amr pada ayat tersebut nadb . Alasannya , mayoritas kaum muslimin dalam melakukan jual beli yang tidak kontan itu tidak dicatat dan dipersaksikan. Oleh karena itu, dipandang ijma’ dikalangan kaum muslimin , bahwa amr pada ayat tersebut bukan untuk menujukkan wujub . Bagi ulama yang berpendapat bahwa amr itu pada prinsipnya menunjukkan wajib dan tidak bisa berubah , kecuali ada qarinah , mereka sendiri sebenarnya berbeda pendapat dalam menentukan sesuatu yang dipandang sebagai qarinah .Perbedaan tersebut otomatis berpengaruh pada penetapan hukum. Misalnya, masalah mut’ah bagi wanita yang dicerai . lafadz amr Jumhur ulama berpendapat bahwa lafadz amr itu diciptakan untuk memberi pengertian wajib. Selama lafadz amr itu tetap dalam kemutlaqannya ia selalu menunjukkan kepada arti yang hakiki, yakni wajib, yang memang diciptakan untuknya dan tidak akan dialihkan kepada arti lain, jika tidak ada qarinah yang mengalihkannya.[3] bentuk amr dan lafazhnya Jika bentuk amr disertai oleh qarinah dalil yang menujukkan bahwa amr itu untuk arti selain wajib, maka makna amr itu disesuaikan dengan konteksnya , misalnya 1. Amr mengandung hukum kebolehan ibahah seperti seruan makan dan minum .[4] كُلُوْا وَاشْرَبُوْا مِنْ رِّزْقِ اللهِ Artinya … makan dan minumlah rezki yang diberikan Allah… 60. اَعْمَلُوْا مَا شِئْتُم Artinya … lakukanlah jika kamu menghendaki… 41 40. فَكَا تِبُوْهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرً Artinya …makan dan minumlah rezeki yang diberikan Allah…QS. Al-Baqarah / 260. 2. Amr mengandung ancaman tahdid, contohnya lakukan kamu mengkehendaki ...اَعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ ... Artinya …lakukanlah jika kamu mengkehendaki…QS. Fushilat / 4140. 3. Amr mengandung sunah, contohnya seruan menulis atau membuat perjanjian dengan orang lain jika dipandang baik فَكَا تِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا ...... Artinya …hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka… / 24-33. 4. Amr mengandung petunjuk , contohnya seruan menulis dan mendatangkan dua saksi dalam hutang piutang.[5] يَاَيّهَا ا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا اِذَا تَدَايْنَتُمْ بِدَيْنِ اِلَى اَجَلٍ مُسَمّى فَا كْتَبُوْهُ... Artinya …Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya… QS. Al-Baqarah / 2-282 5. Amr mengandung arti memuliakan ikram , misalnya seruan masuk surga dengan selamat dan aman اَدْخُلُوْ هَا بِسَلَمٍ ءَامِنِيْنَ َArtinya Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman.” QS. Al-Hijr / 15-46 6. Amr bermakna persamaan / menyamakan, contoh seruan bersabar atau tidak bersabar bagi penghuni neraka اَصْلَوْهَا فَاصْبِرُوأ أَوْلَا تَصْبِرُوْأ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ... Artinya Masukklah kamu kedalamnya rasakanlah panas apinya ; maka baik kamu bersabar atau tidak , sama saja bagimu. QS. At-Tuur / 52-16 7. Amr mengandung penghinaan, contohnya seruan menjadi kera yang hina فَقٌلْنَا لَهُمْ كُوْ نُوْأ قِرَدَةً خَسِءِيْنَ Artinya Kami berfirman kepada mereka “Jadilah kamu kera yang hina… “ 8. Amr berarti seruan membuat semisal al-Qur’an bagi yang menentangnya. اَلّذِىِ جَعَلَ لَكُمْ الاَرْضِ فِرَشًا وَألسمَاءَ بِنَاءً وَاَنْزَلَ مِنَ السمَاءِ مِاءً فَاَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثمَرَاتِ رِزْقًا لكُمْ فَلَا تَجْعَلؤا لِلهِ اَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنََ ArtinyaDan jika kamu tetap dalam keraguan tentang al-Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah , jika kamu orang-orang yang benar . 9. Amr mengandung pernyataan terhadap nikmat imtinan , contohnya , seruan makan atas rezeki yang dianugerahkan oleh Allah ...كُلُوْأمِما رَزَقَكُمُ اللهُ وَلَا تَتبِعُوْأ خُطُوَاتِ الشَيطْانِ... Artinya…makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan… 2; 142 10. Amr berarti penciptaan , contohnya ”Jadilah maka jadilah ia” كُنْ فَيَكُوْنَ… Artinya…jadilah maka jadilah ia 36 82 11. Amr mengandung penyerahan tafwidh , contohnya seruan memutuskan hukuman apa yang hendak diputuskan ...فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ... Artinya “…maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan…” QS. Thaha / 2072 12. Amr bermakna mendustakan ,contoh seruan Allah kepada orang Yahudi untuk menunjukkan bukti kebenaran jika mereka benar ...قُلْ هَاتُوْا بُرْهَانَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ Artinya …katakanlah ”Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar. 2111 13. Amr mengandung arti sedih talhif , contoh seruan mati dengan kemarahannya bagi orang kafir ...قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْضِكُمْ... Artinya …matilah kamu dengan kemarahanmu itu “. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati … Imran/ 3119 14. Amr bermakna permohonan do’a, contoh seruan hamba kepada Allah “Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia ini dan akhirat رَبنَا ءَاتِنَا فِى الدنْيَا حسَنَةَ وَفِى الأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَا بَ النارِ Artinya Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. /2201 15. Amr bermakna permintaan biasa karena datangnya dari orang yang sederajat. Contoh seseorang berkata kepada temannya “Mainlah ke rumahku!” 16. Amr berarti angan-angan tamanni , misalnya orang yang sudah tua renta berangan-angan semoga muda kembali lagi. 17. Amr bermakna sopan santun, contoh hadis yang menyeru agar kita makan-makanan yang letaknya lebih dekat dengan tempat kita duduk hadis . 6. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan amr Apabila dalam nash teks syara’ terdapat salah satu dari bentuk perintah tersebut, maka seperti dikemukakan Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang mungkin biasa diberlakukan.[7] Kaidah pertama “ushulil fiil amri lil wujubi”, meskipun suatu perintah bisa menunjukkan berbagai pengertian, namun pada dasarnya suatu perintah menunjukkan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Kesimpulan ini, di samping didasarkan atas ahli bahasa, juga atas ayat 62 Surat an-Nur yang mengancam akan menyiksa orang-orang yang menyalahi perintah Allah. Adanya ancaman siksaan itu menunjukkan bahwa suatu perintah wajib dilaksanakan . Contoh perintah yang terbebas dari indikasi yang memalingkan dari hukum wajib adalah ayat 77 Surat an-Nisa ...وَاَقِيْمُوْا الصلَةَ وَءَاتُوْ الزكَاةَ… …Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat … Ayat tersebut menunjukkan hukum wajib mendirikan shalat lima waktu dan menunaikan zakat. Kaidah kedua “Dalalatul umuri ala takriri awil wahidatu”, adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja?, menurut jumhur ulama Ushul Fiqh , pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan harus berulang kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukkan perlu terwujudnya perbuatan yang di perintahkan itu dan hal itu sudah tercapai meskipun hanya dilakukan satu kali. Contohnya , ayat 196 Surat al-Baqarah وَأَتِموا الْحَج وَالْعُمْرَة للهِ... “Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah …”. 2196 Perintah melakukan haji dalam ayat tersebut sudah terpenuhi dengan melakukan satu kali haji selama hidup. Kaidah ketiga “Dalalatul umuri alal furi au tarakhi” adalah suatu perintah haruskah dilakukan sesegera mungkin atau bias ditunda- tunda ? pada dasarnya suatu perintah tidak menghendaki untuk segera dilakukan selama tidak ada dalil yang menunjukkan untuk itu, karena yang dimaksud suatu perintah hanyalah terwujudnya perbuatan yang diperintahkan.[8] Pendapat ini dianut oleh jumhur ulama Ushul Fiqh. Menurut pendapat ini, adanya ajaran agar suatu kebaikan segera dilakukan, bukan ditarik dari perintah itu sendiri, tetapi dari dalil lain, misalnya, secara umum terkandung dalam ayat 148 Surat al-Baqarah ...فَا سْتَبِقُوْا الْخَيْرَاتِ... “…Maka berlomba-lomba dalam membuat kebaikan…”QS. Al-Baqarah/2148 Menurut sebagian ulama, antara lain Abu al-Hasan al-Karkhi w. 340 H, seperti dinukil Muhammad Adib Shalih, bahwa suatu perintah menunjukkan hukum wajib segera dilakukan. Menurut pendapat ini, barangsiapa yang tidak segera melakukan suatu perintah di awal waktunya , maka ia berdosa. B. NAHYI larangan 1. Pengertian nahyi. Secara bahasa nahyi bisa berarti larangan dan mencegah. Adapun dalam istilah ushul, nahyi berarti “annahyu huwa thalabul kaffa a’nil fi’lin”, artinya “tuntutan untuk meningggalkan perbuatan “. Jumhur ulama sepakat bahwa pada asalnya nahyi itu mengandung hukum haram karena semua bentuk larangan akan mendatangkan kerusakan. Contohnya larangan merusak alam, larangan berzina, larangan berlaku riba, dan sebagainya. Jika larangan- larangan tersebut dilanggar oleh manusia , maka akan mengakibatkan kerusakan dan kemusnahan bagi kehidupan manusia.[9] 2. Makna sighat nahyi Para ulama ushul sepakat bahwa hakikat dadalah nahyi adalah untu menuntut meninggalkan sesuatu, tidak bisa beralih makna.[10]kecuali bila ada suatu qarinah. Namun, mereka berbeda pendapat tentang hakikat tuntutan untuk meninggalkan larangan tersebut, apakah hakikatnya untuk tahrim, karahah, atau untuk keduanya ● Menurut jumhur, hakikatnya itu untuk tahrim, bukan karahah. Tidak bisa menunjukkan makna lain, kecuali dengan qarinah. ● Menurut pendapat kedua, nahyi yang tidak disertai qarinah menunjukkan karahah. ● Menurut pendapat ketiga, musytarak antara tahrim dan karahah, baik isytirak lafazhi maupun isytirak maknawi. ● Hakikat tuntutan nahyi itu tasawuf. Dari keempat pendapat di atas, yang dipandang kuat adalah pendapat jumhur. Hal ini disimpulkan dari keumuman sighat-sighat nahyi, juga didasarkan pada argument-argumen di bawah ini a. Akal yang sehat bisa menunjukkan bahwa larangan itu menunjukkan pada haram. b. Para ulama salaf memakai nahyi dalil untuk menunjukkan haram. Dan hal itu telah disepakati sejak zaman para sahabat, tabi’in, dan para pengikut mereka. c. Firman Allah Swt. Dalam surat al-Hasyr 7 وَمَا اتَا كُمُ الرسُوْلَ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا Artinya “Dan apa-apa yang Rasul datangkan perintahkan kepada kamu semua taatilah, dan apa-apa yang dilarang kepada kamu semua jauhilah.” 7 3. Nahyi menuntutut untuk meninggalkan secara langsung Sesungguhnya nahyi itu menuntut untuk meninggalkan apa yang dilarang sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT. Surat al-an’am ayat 151 وَلَا تقْتُلُوْا النفْسَ التِى حَرمَ اللهُ اِلِا بِالْحَق Artinya “janganlah kamu semua membunuh seorang jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan hak.” QS. Al-An’am 151 Dengan kata lain, janganlah kamu semua menyebabkan seseorang terbunuh. Kata “terbunuh” adalah bentuk nakirah dalam keadaan nahyi. Hal itu sangat umum dan menunjukkan siapa saja yang terbunuh, kapan saja dan dilakukan terus menerus, kecuali jika ada dalil yang men-taksis keumumannya, seperti membunuh dengan hak. Dengan demikian , jelaslah bahwa larangan itu membutuhkan pelaksanaan secara langsung dan terus menerus, karena pelaksanaan secara terus menerus dan langsung termasuk dilalah nahyi. Hal itu merupakan ijma’ dari ulama, masa sahabat dan tabi’in. Mereka menetapkan bahwa nahyi iu menuntut agar meninggalkan yang dilarang secara langsung dan terus menerus. [11] Bentuk nahyi ada satu, yaitu fiil mudhari’ disertai la nahyi. Macam-macam nahyi adalah sebagai berikut 1. Nahyi menunjukkan haram الْأصْلُ فِى النهْيِ لِلتحْرِيْمِ Artinya ”Asal dari larangan itu haram.” 2. Larangan berarti makruh اَلْأصْلُ فِى النهْيِ لِلْكِرَاهَةِ Artinya “Asal dari larangan itu makruh.” 3. Larangan berarti iltimas permohonan dari seseorang kepada orang lai yang tingkatannya sama Iltimas dilakukan oleh sesama teman, misalnya seseorang melarang kawannya bermain bola di musim hujan. 4. Larangan berarti irsyad petunjuk Misalnya, larangan yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 101 يَآ يهَاالذِيْنَ امَنُوْالَاتَسْءَلُوْ عَنْ اَشْيَآءَ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤكُمْ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu.” 5. Larangan berarti tahdid ancaman Seperti kata majikan kepada pembantunya,”Tidurlah dan jangan bekerja lagi nanti kamu kelelahan!” 6. Larangan berarti tais memutus asakan Misalnya dalam surat at-Tahrim ayat 7 يَآيهَا الذِيْنَ كَفَرُوْالَاتَعْتَذِرُواالْيَوْمَ Artinya “Hai orang orang kafir janganlah minta ampun pada hari ini kiamat.” 7. Larangan bermakna taubikh teguran Misalnya, larangan yang terdapat pada surat al-Qiyamah ayat 16 Artinya لَاتُحَركْ بِهِ لِسَا نَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ “Jangan engkau Muhammad gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur’an karena hendak ,cepat-cepat menguasainya.” 8. Larangan bermakna tamanni angan-angan Misalnya, seorang pengantin berkata,”Wahai malam, janganlah engkau berakhir dengan subuh, panjangkanlah waktu malammu agar aku dapat menikmati malam pengantinku tanpa batas waktu.” 4. Ihwal nahyi Para ulama ushul dalam menjelaskan hal ihwal nahyi menempuh berbagai jalan.[12] Namun, pada garis besarnya, hal ihwal nahyi dapat dikelompokkan pada lima macam a. Nahyi itu berada secara mutlaq, yakni tanpa ada qarinah yang menunjukkan sesuatu yang dilarang. Bentuk ini ada dua macam ● Pertama, larangan yang bersifat perbuatan indrawi, seperti puasa, shalat, dan sebagainya. ● Kedua, adalah tindakan syara’. b. Para ulama memberikan penjelasan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan perbuatan indrawi ialah suatu perbuatan yang dapat diketahui secara indrawi, yang wujudnya yang wujudnya tidak bergantung pada syara’. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan syara’ ialah segala perbuatan yang wujudnya bergantung pada syara’ . c. Nahyi itu kembali kepada dzatiyah perbuatan, seperti larangan jual beli hashat jual beli yang penentuan barangnya dengan jalan melempar batu kerikil, pada masa sekarang bisa berbentuk koin. d. Nahyi yang melekat pada sesuatu yang dilarang, bukan pada pokoknya, seperti jual beli riba dan larangan puasa pada hari raya. e. Nahyi kembali pada sifat yang berkaitan dengan suatu perbuatan, tetapi perbuatan itu bisa terpisah dari perbuatan yang lainnya, seperti larangan shalat ditempat hasil rampasan dan larangan jual beli diwaktu shalat jum’at. BAB III PENUTUP Kesimpulan dari makalah diatas hukum syar’i yang biasa disebut titah atau perintah Allah yang ditujukan pada tiap-tiap mukallaf baik itu dalam bentuk tuntutan amar dan juga dalam bentuk larangan/mencegah nahyi. Secara garis umum amar adalah lafal yang menunjukkan tuntutan untuk mengerjakan perbuatan, sedangkan nahyi adalah tuntutan untuk mencegah atau tidak mengerjakan perbuatan. Kedua kaidah lughawiyah ini mencakup beberapa kaidah, hakikat, dan lafal-lafal yang digunakan, yang lafalnya tersebut bermuara pada contoh dalam Al-Qur’a. Daftar Pustaka Effendi Satria, Ushul Fiqh, Kencana, Jakarta, 2005. Saebeni Ahmad Beni, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Pustaka Setia, Bandung,2012. Syafe’i Rachmat, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2010. Shidiq Sapiudin, Ushul Fiqh, Kencana, Surabaya, 2011. Yahya Mukhtar dan Rahman Fatchur, Fiqh Islam, PT Alma’arif, Bandung, 1986. [1] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010, Cet ke-5, hal. 200. [2] Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010, cet ke-5, hal. 201. [3] Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Fiqh Islam, Bandung Alma’arif, 1986, cet ke-1, hal. 195. [4] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana Pranada Media Group, 2011, cet ke-1, hal. 172. [5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana , 2011, cet ke-1, [6] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana, 2011 cet ke-1, hal. 174. [7] Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana ,2005 cet ke-1, hal. 184. [8] Setria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana, 2005 cet ke-1 hal. 186. [9] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana, 2011 cet ke- 1, hal. 180. [10] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010 cet ke-4, hal. 207. [11] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010 cet ke-4, hal. 208. [12] Rahmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung, Pustaka Setia, 2010, cet, ke-4, hal. 209. Amarmakruf nahi mungkar merupakan salah satu ciri yang hanya boleh dijumpai pada kaum Muslimin, tidak ada pada umat-umat yang lain. Bahkan keistimewaan umat Islam banyak dicirikan dan dikaitkan dengan adanya sifat amar makruf nahi mungkar. Banyak ayat-ayat al-Quran yang menyebut tentang amar makruf nahi mungkar dan menggandingkannya Barik Fina 1730110012 Mahmudah 1730110023 Jurusan Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Dan Humaniora 2018 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaidah-kaidah ushul fiqih banyak sekali diadopsi oleh tafsir. Telah kita bahas pada materi sebelumnya, bahwa kaidah penafsiran itu diantaranya ada kaidah qur’aniyyah, kaidah sunnah, kaidah lughowiyah, kaidah ushul dan kaidah ilmu pengetahuan. Kaidah amr dan nahi merupakan salah satu kaidah ushuliyah. Perlunya memahami kaidah-kaidah amr dan nahy dalam rangka memahami kandungan al-qur’an adalah karena tidak semua bentuk amr atau nahi itu menunjukkan suatu perintah atau larangan dengan satu sifat yang mutlak wajib atau haram, terkadang perintah dan larangan itu sifatnya tidak tegas mandub, makruh, dan sebagainya. Makalah ini akan menjelaskan sebagian kecil dari kaidah amr dan nahi dengan harapan mampu mengenalkan penerapan kaidah amr dan nahi dalam penafsiran al-qur’an Rumusan masalah Bagaimana pengertian, uslub-uslub dan kaidah amr? Bagaimana pengertian, uslub-uslub serta kaidah nahy? BAB II PEMBAHASAN Amar Pengertian amar Secara bahasa amar adalah antonim dari nahi الامر ضد نهى bermakna “thalaba” tututan, perintah, suruhan Menurut istilah qawa’id tafsir , amr adalah استدعاء الفعل بالقول على وجه الاستعلاء Tuntutan dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Ilmu ushul fiqh memfokuskan pembahasan amr dan nahi pada hal yang berkaitan dengan hukum syar’i, yaitu mengenai perintah allah kepada hambanya. Selain bermakna tuntutan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah, amar memiliki makna lain dengan adanya qarinah, diantaranya; Jika bentuk amar itu tidak tergolong tuntutan, makna lainnya bisa berupa Taswiyah/menyamakan اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Masukklah kamu ke dalamnya rasakanlah panas apinya; maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. QS. Ath-thuur[52]16 Ihanah/menghinakan Matilah kamu karena kemarahanmu‟. QS. Ali imran [3] 119 Mempermainkan dan meremehkan istihza & sukhriyah ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.QS. Ad-dukhan49 Ancaman/tahdid قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَىٰ مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ Jika berupa perintah yang tidak bisa dilaksanakan oleh mukallaf, amar bisa bermakna Melemahkan atau ta’jiz Jadilah kamu sekalian batu atau besi. QS. al-Isra [17] 50 Menyerang atau tahaddi Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat. QS. al-Baqarah [2] 258 Penyandaran perintah kepada mukhatab yang diseru yang bukan mukallaf adalah penyandaran yang tidak sebenarnya isnad ghair haqiqi. Contohnya a Perintah yang memberikan arti pengharapan atas perkara yang tidak bisa dilaksanakan atau sulit dilaksanakan at-tamannî. Seperti perkataan seorang penyair Wahai malam yang panjang, mengapa engkau tidak menahan subuh, padahal tidaklah subuh itu … b Mengharapkan sesuatu yang mungkin terjadi at-tarajjî. Contohnya Hujanlah wahai langit, karena air susu telah kering. Perintah tersebut bukan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. a. Merupakan perintah dari pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi doa. Allah Swt berfirman Ya Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku. QS. Nuh [71] 28 b. Merupakan perintah dari yang sederajat al-iltimas. Allah Swt berfirman Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua „terangkanlah keadaanku kepada tuanmu‟. QS. Yusuf [12] 42 Uslub-uslub amr Menurut atho’ bin khalil , uslub-uslub atau bentuk-bentuk amar diantaranya 1 Bentuk mufrad yang berarti perintah Fi’il amar اقم الصّلاة لدلوك الشّمس الى غسق الليل “dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam”QS. al-Isra[17]78 Fi’il mudhari’ ditambah lam amar ليفعل لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. QS. ath-Thalaq [65]7 Masdar pengganti fi’il فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah batang leher mereka.QS. Muhammad4 Isim fiil amar قُلْ هَلُمَّ شُهَدَاءَكُمُ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ حَرَّمَ Katakanlah “bawalah kemari saksi-saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwasanya allah telah mengharamkan makanan yang kamu haramkan ini” QS. al-An’am100 Kata هلمّ dalam ayat ini sama dengan menghadirkan saksi-saksi kamu. 2 Jumlah murakkab yang berarti tuntutan dalam manthuqnya Huruf jar lam, fi, ala pada awal kalimat . Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian pula. QS. an-Nisa [4] 7 Maksudnya adalah اعطوهم نصيبهم yang artinya, berikanlah kepada laki-laki bagian… Huruf sindiran العرض dan anjuran التهضيض seperti لولا، ألا Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah janjinya. QS. at-Taubah [9] 13 Maksudnya adalah قاتلوا artinya, perangilah… Istifham yang ditakwil ditafsirkan menjadi perintah, yang dibangun di atas mathlub khabari. Seperti firman Allah Sesungguhnya meminum khamar arak, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar arak dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu. QS. al-Maidah [5] 90-91 Perintah majazi yang disertai dengan suatu kondisi yang merupakan perintah terhadap kondisi tersebut. Rasulullah saw bersabda Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan ingin masuk surga maka hendaklah kematiannya itu datang sedang dia beriman kepada Allah dan hari akhir Perintah yang sebenarnya adalah terhadap keadaan. Jadi, maksud hadits di atas adalah Bersungguh-sungguhlah beriman kepada Allah dan hari Akhir secara terus-menerus sehingga kematian datang sedangkan dia dalam keadaan seperti itu. Berita khabar yang berimplikasi jawab yang dijazmkan. Maka berita tersebut semakna dengan tuntutan. Hai orang-orang yang beriman, sukakah Aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih. Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga. QS. ash-Shaff [61] 10-12 Dalam ayat di atas Allah berfirman „Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya‟ dengan bentuk kalimat berita, tetapi jawabnya berupa ungkapan „Niscaya Allah akan mengampuni kamu‟ adalah jawab yang dijazmkan. Oleh karena itu firman Allah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sama dengan امنوا باللّه ورسوله yang artinya, berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalimat berita bersyarat jumlah syarthiyyah khabariyyah yang jawabnya mengandung pujian bagi yang melaksanakan pekerjaan yang menjadi syarat tersebut. Ini bermakna tuntutan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Hal ini juga berlaku pada kalimat berita yang mengandung makna syarat, seperti firman Allah Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. QS. al-Anfal [8] 65 Maksud ayat ini adalah hendaklah satu orang dari kalian teguh menghadapi sepuluh orang musuh -yakni menjadi tuntutan-. Karena itu ayat tersebut boleh dinasakh dengan ayat lain, sebab meskipun dalam bentuk kalimat berita, kalimat tersebut memberikan arti adanya tuntutan untuk melaksanakan manthuqnya pada jumlah murakkabah. Jadi, termasuk jumlah syartiyyah yang didalamnya terdapat pujian, yaitu ungkapan yaghlibuu miatain . 3. Jumlah murakkab yang berarti tuntutan dalam mafhumnya Dilalah iqtidla yang merupakan salah satu jenis mafhum akan memberikan arti tuntutan, jika Pertama, Kepastian benarnya yang berbicara mengharuskan/menuntut adanya dilalah iqtidla adanya dilalah iqtidla merupakan implikasi dari kepastian benarnya yang berbicara. Seperti firman Allah Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru. QS. al-Baqarah [2] 228 Maksud ayat diatas adalah „Hendaklah mereka menunggu‟ Kedua, Kepastian sahnya terjadinya perkara yang diucapkan secara syar‟i mengharuskan adanya dilalah iqtidla Uslub-uslub doa yang berbentuk kalimat berita, baik berbentuk fi‟il madli, mudlari atau mashdar. Contohnya بارك اللّه فيك Menggunakan makna hukum syara dengan bentuk kalimat berita, seperti امر،احل،فرض،كتب dan yang lainnya. Kata-kata tersebut mempunyai arti tuntutan, semakna dengan افعل، لتفعل. Contohnya firman Allah Diwajibkan atas kamu berpuasa. QS. al-Baqarah [2] 183 Semakna dengan kata صوموا artinya, berpuasalah kalian. Sahnya pelaksanaan hukum syara mengharuskan adanya tuntutan terhadap perkara yang mesti ada untuk absah terjadinya hukum syara tersebut. Alllah Swt berfirman Dan jika kamu khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. QS. al-Anfal [8] 58 Sahnya pelaksanaan ayat ini mengharuskan kita mempunyai mata-mata inteljen terhadap aktivitas musuh. Agar kita mengetahui jika mereka berkhianat dalam pelaksanaan perjanjian dengan kita, sebelum terjadinya. Ungkapan „Apabila kalian takut‟ mengandung dilalah iqtidla yang memberikan arti adanya tuntutan, yaitu „hendaklah kalian mempunyai mata-mata inteljen untuk mengawasi musuh kalian‟. Apabila ada seseorang berkata kepada yang lain „Merdekakanlah budakmu dariku‟. Maka sahnya pelaksanaan tersebut -memerdekakan budak – mengharuskan orang yang berbicara membeli budak itu dari si mukhatab lawan bicaranya. Dengan kata lain, dalam ungkapan tersebut terdapat tuntutan dengan dilalah iqtidla, yaitu „Juallah budakmu kepadaku, kemudian aku akan memerdekakannya‟. Ketiga, Sahnya kejadian perkara yang diucapkan secara aqli secara bahasa menuntut adanya dilalah iqtidla al-idlmar -menyembunykian suatu kata menggunakan mashdar pada jawab syarat dengan dilalah amar. Seperti firman Allah Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila kamu telah pulang kembali. QS. al-Baqarah [2] 196 Dalam ayat ini terdapat kata yang disembunyikan yaitu kata . Jika dimunculkan akan menjadi artinya, kalian wajib berpuasa. Menggunakan uslub al-ighra –anjuran, hasutan. Seperti ungkapan Shalat-shalat! – . Dalam ungkapan ini terdapat kata yang disembunyikan. Kalau dimunculkan akan menjadi yaitu, menghadaplah untuk shalat. Juga ungkapan Allah-Allah, wahai kaumku – . Terdapat kata yang disembunyikan. Dan jika dimunculkan akan menjadi – artinya, bertakwalah kepada Allah – menghadaplah kepada Allah. Kaidah-kaidah amr Didalam kitab qawa’id tafsir yang ditulis oleh khalid bin utsman as-sabt , kaidah-kaidah amr diantaranya; Kaidah amr pertama, الامر المطلق يقتضي الوجوب الا لصارف Amar pada dasarnya menunjukkan sesuatu yang wajib kecuali ada qarinah yang memalingkan dari makna wajib tersebut contoh وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat QS. An-nur56 Ayat tersebut menunjukkan makna amr yang menunjukkan sesuatu yang hukumnya wajib Amar akan memiliki makna selain lil-wujub jika terdapat qarinah, Nadb وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian dirinya, sehingga allah memampukan mereka dengan karunia-nya. Ibahah وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ Al-irsyad memberi petunjuk Li tahdid membiarkan Li ta’jiz melemahkan Kaidah amr kedua, الامر بالشئ يلتزم النهي عن ضده Perintah terhadap sesuatu berarti pula larangan terhadap kebalikannya Seperti allah memerintahkan untuk bertauhid, sholat, zakat, puasa, haji, berbakti kepada orang tua menyambung silaturrahim, berbuat adil dan kebaikan maka itu maknanya allah melarang syirik, meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan haji, serta melarang durhaka kepada orang tua, memutuskan silaturrahim, berbuat dhalim dan tercela. Kaidah amr ketiga, الأمر يقتضى الفور الا لقرينة Amr pada dasarnya menuntut penyegeraan, kecuali ada qarinah yang memalingkannya Kaidah ini disandarkan nash-nash yang secara dhahir memerintahkan penyegeraan terhadap suatu perintah, seperti Contoh amr yang di dalamnya terdapat qarinah, sehingga tidak menuntut penyegeraan Kaidah amr keempat, اذا غلق الامر على شرط او صفة فانه يقتضى التكرار Amr menghendaki adanya pengulangan jika amr disertai sifat dan syarat tertentu Contoh Perintah mandi besar, hukuman dera bagi pezina, dan hukum potong tangan bagi pencuri sifatnya menghendaki pengulangan karena suatu syarat dan sifat yang menyebabkan adanya perintah tersebut. Kaidah amr kelima, الامر الوارد بعد الحظريعود حكمه الى حاله قبل الحظر Perintah yang dibuat setelah larangan, maka hukumnya dikembalikan pada keadaan sebelum pelarangan Berburu hukum asalnya mubah, kemudian menjadi haram dilarang ditengan pelaksanaan ihram, dan menjadi mubah kembali setelah pelaksanaan ihram. Kaidah amr ke-enam, اذا كان الامر وارد على سؤال عن الجواز فهو فى الاباحه Ketika amr yang merupakan muncul atas suatu persoalan tentang hal-hal yang sifatnya jaiz maka itu menunjukkan ibahah Kaidah ini dikenal oleh para ahli ushul sebagai “al-amru ba’da isti’dzan” Contoh Di dalam ayat tersebut terdapat pertanyaan atau persoalan umat pada masa turunnya ayat ini, yang kemudian langsung dijawab oleh allah. Amr dalam ayat tersebut terletak pada Nahy Definisi nahy Secara bahasa, nahy adalah sinonim kaffun artinya; menghentikan, mencegah Secara istilah, adalahهو اقتضاء كفّ عن الفعل mencegah atau menghentikan suatu pekerjaan Pengertian lainnya adalah; هو القول الذي يستدعي به الفاعل ترك الفعل ممّن هو دونه Yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah derajatnya Uslub-uslub nahy Bentuk kata mufrad yang secara bahasa berarti larangan. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam manthuqnya. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam mafhumnya. Kaidah-kaidah nahi Di dalam kitab qawa’id tafsir,kaidah nahi diantaranya ialah; Pertama, “ النهى يقتضى التحريم والفور والدوام الاّ لقرينه “ Nahi menunjukkan kepada pengharaman, menuntut penyegeraan, sampai ada dalil yang menasakhkannya kecuali ada qarinah yang menunjukkan pengalihan darinya Kedua, “ النهى عن اللازم ابلغ فى الدلالة على النهي عن الملزوم من النهي عنه ابتداء” Larangan atas suatu hal yang sebenarnya jaiz pada dasarnya untuk mencegah pada hal-hal yang sebenarnya dilarang Contoh pada ayat tentang zina diatas, mendekati zina saja tidak boleh apalagi sampai melakukannya. Begitu juga hukumnya mendekati fakhisyah dan mendekati harta anak yatim, dalam artian memakan harta anak yatim. Ketiga, “اذا نهى الشارع عن شيئ نهى عن بعضه، واذا امر بشيئ كان امر بجاميعه” Larangan atas suatu perkara, berarti larang juga atas sebagiannya, sedangkan perintah atas suatu perkara adalah perintah juga pada keseluruhan hal yang berkaitan dengan perkara tersebut, contoh, larangan memakan daging babi dalam surah al-maidah ayat 3 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ Pengharaman terhadap babi berarti pengharaman terhadap semua bagian daging babi, meskipun dari perkawinan silang, sama halnya dengan hukum khamr. Contoh amr, ayat tentang ruju’ dalam surah QS al-baqarah ayat 230 حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ Diperbolehkannya rujuk setelah si wanita menikahi laki-laki lain, menikah disini yang dimaksud adalah bukan sekedar akad, tapi juga harus dukhul atau melakukan hubungan suami istri Begitu juga dalam shalat dan ibadah mahdlah. Diwajibkannya sholat itu berarti diwajibkan pula segala hal yang berkaitan dengan sholat seperti wudlu, bersuci dan lainnya secara sempurna. Keempat,” ايراد الإنشاء بصيغة الخبر ابلغ من ايراده بصيغة الإنشاء” Perintah dan larangan alam bentuk kalimat berita Nahi dalam bentuk khabariyah kalimat berita QS. Baqarah[2]197 الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ Dalam ayat tersebut terdapat larangan berbuat keburukan selama musim haji meskipun redaksinya berbentuk khhabariyah atau kalimat berita. Amr dalam bentuk khabariyah QS. Al baqarah[2]233 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ Ayat tersebut mengandung Perintah menyusui anak dalam bentuk kalimat berita, Kelima, النهي يقتضي الفساد Larangan pada dasarnya menghendaki fasad Versi lain dari kaidah ini… الاصل فى النهى يقتضي الفساد مطلقا Fasad ini adakalanya karena dzatnya QS. Al-isra[17]32 وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا Ayat tersebut mengandung larangan zina karena terdapat Fasad atau kerusakan mendekati zina. Dan juga fasad karena sifatnya QS. An-nisa[4]43 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ Ayat tersebut mengandung larangan minum khamr karena sifat khamr yag merusak. Nahi dalam ayat-ayat tersebut secara pasti menghendaki fasad secara mutlak Namun ada pula nahi yang tidak menghendaki fasad, seperti larangan memakan riba dalam surah an-nisa ayat 29 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا BAB III PENUTUP Kesimpulan Amr adalah tuntutan dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Kaidah-kaidah amr diantaranya Amar pada dasarnya menunjukkan sesuatu yang wajib kecuali ada qarinah yang memalingkan dari makna wajib tersebut Perintah terhadap sesuatu berarti pula larangan terhadap kebalikannya Amr pada dasarnya menuntut penyegeraan, kecuali ada qarinah yang memalingkannya Amr menghendaki adanya pengulangan jika amr disertai sifat dan syarat tertentu Perintah yang dibuat setelah larangan, maka hukumnya dikembalikan pada keadaan sebelum pelarangan Ketika amr yang merupakan muncul atas suatu persoalan tentang hal-hal yang sifatnya jaiz maka itu menunjukkan ibahah Uslub-uslub amr Bentuk mufrad yang berarti perintah Jumlah murakkab kalimat yang berarti tuntutan dalam manthuqnya Jumlah murakkab yang berarti tuntutan dalam mafhumnya Nahi yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah derajatnya Kaidah-kaidah nahi Nahi menunjukkan kepada pengharaman, menuntut penyegeraan, sampai ada dalil yang menasakhkannya kecuali ada qarinah yang menunjukkan pengalihan darinya Larangan atas suatu hal yang sebenarnya diperbolehkan pada dasarnya untuk mencegah pada hal-hal yang sebenarnya dilarang Larangan atas suatu perkara, berarti larang juga atas sebagiannya, sedangkan perintah atas suatu perkara adalah perintah juga pada keseluruhan hal yang berkaitan dengan perkara tersebut, contoh, larangan memakan daging babi dalam surah al-maidah ayat 3 Perintah dan larangan alam bentuk kalimat berita Larangan pada dasarnya menghendaki fasad Uslub-uslub nahy Bentuk kata mufrad yang secara bahasa berarti larangan. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam manthuqnya. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam mafhumnya. Daftar Pustaka As-Sabt, Khalid Bin Utsman. Qawa’id Tafsir. Majlid 2. Madinah Dar Ibn ’Affan, Hamid, Daim Abdel. “الأمر والنهى وأثرهما فى احكام الشرعية,” 2012. Kholil, “Atho” Bin. “Taisir,” 6361–636, Downloaddan bacalah ebook ini yang akan membuka tirai tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan berbagai hal yang berkaitan dengannya, adapun topik ebook ini: Amar Ma’ruf Nahi Munkar_Imam An-Nawawi. Menyalahgunakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Amar Ma’ruf Terutama Kepada Keluarga Sendiri. Amar Ma’ruf Nahi Munkar_Syaikh Jamil Zainu a. Pengertian Al-Amru Menurut bahasa, amar berarti suruhan, perintah, sedangkan menurut istilah adalahالأَمْرُ طَلَبُ الفِعْـلِ مِنَ اْلأَعْلَى إلىَ اْلأَدْنَى “Al-Amru ialah tuntutan melakukan pekerjaan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah” Yang lebih tinggi kedudukannya adalah Syaari’ Allah Swt atau Rasul-Nya dan kedudukan yang lebih rendah adalah mukallaf. Jadi amar adalah perintah Allah atau Rasulnya kepada mukallaf untuk melakukan suatu pekerjaan. b. Bentuk Lafadh Amar 1. Fi’il Amar Contoh وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” QS. Al-Baqarah 43 2. Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar Contoh وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.…” QS. Ali Imron 104 3. Isim Fi’il Amar Contoh يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk… QS. Maidah 105 4. Isim Masdar pengganti fi’il Misalnya kata إحْسَانًا berbuat baiklah Contoh وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan kepada kedua orang tuamu berbuat baiklah.” QS. Al Baqarah 83 5. Kalimat berita kalam khabar bermakna Insya perintah Contoh وَاْلمُطَلَّـقَاتُ يَتَرَبَصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ “Hendaklah menahan dirinya.” QS. Al Baqarah 228 6. Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintahأَمَرَ، فَرَض، كَتَبَ ،وَجَبَ Contoh يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواكُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَاكُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” QS Al Baqara 183 c. Kaidah Amar 1. Amr Menunjukkan Kepada فِى اْلأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ “Pada asalnya Amar itu menunjukkan wajib” Hal ini menunjukkan menurut akal dan naqli. Menurut akal adalah orang-orang yang tidak mematuhi perintah dinamakan orang yang ingkar, sedangkan menurut naqal, seperti firman Allah Swt. فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” QS. An-Nur 24 63 Misalnya perintah ايها الذين امنرا كتب عليكم الصيا م البقرة ۱۸۳ 2. Amr Menunjukkan Kepada فِى اْلأَمْـرِ لِلنَّدْبِ “Pada asalnya Amar itu menunjukkan nadab sunnah” Contoh firman Allah Swtفكاتبوهم إن علمتم فيهم خيرا artinya “Hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka”. QS. 2433 Amar juga dapat digunakan antara laina. Untuk do’a, ربنا آتنا فى الدنيا حسـنة وفى الأخرة حسنة b. Untuk penghormatan, أدْخُـلُوْهَا بِسَـلاَمٍ أَمِنِيْنَ الحجر 46 c. Untuk petunjuk, اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلىَ أَجَلٍ مُسَمَّى فَاكْتُبُوْهُ البقرة 282 d. Untuk ancaman, إعْمَــلُوْا مَا شِــئْتُمْ فصلت 40 e untuk petunjuk f.Ta’jiz للتعجيز artinya melemahkan’ Contoh فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ Artinya ”Buatlah satu surat saja yang semisal dengan al-Qur’an itu.” 23 g. Ikram للا كرام artinya menghormat. Contoh ادخلوها بسلا م امنين الحجر ٤٦ Artinya ”Masuklah ke dalamnya syurga dengan sejahtera dan aman.” z 46 H. Tafwidl للتفويض artinya menyerah. Contoh فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ Artinya “Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan.” QS. Thaha 72 I. Talhif للتلهيف artinya menyesal. Contoh قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ Artinya ”Katakanlah kepada mereka “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.” QS. Ali Imran119 J. Tahyir للتخيير artinya memilih. Contoh من شاء فليبخل ومن شاء فليجد كفا نى نذاكم عن جميع الخطاب Artinya ”Barang siapa kikir,kikirlah, siapa mau bermurah hati, tuhan mencukupi kebutuhan saya.” Syair Bukhaturi kepada Raja K. Taswiyah التسوية artinya persamaan. Contoh ادخلوها فاصبروا اولا تصبروا طه ۱٦ Artinya ”Masuklah ke dalamnya neraka maka boleh kamu sabar dan boleh kamu tidak sabar, itu semua sama saja bagimu.” QS. Thaha 16 3. Amr tidak Menunjukkan untuk Berulang-ulang. اَلأَصْلُ فِى اْلأَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التَّكْرَارَ “Perintah itu pada asalnya tidak menghendaki pengulangan” Amar tidak menghendaki kepada yang berulang-ulang, tapi hanya menghendaki hasilnya/ mengerjakan satu kali. Seperti firman Allah الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ “ dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.” QS. Al Baqarah 196 Misalnya وان كنتم جنبا فا طهروا المئده ٦ ”Jika kamu berjunub maka mandilah.” QS. Al-Maidah 6اقم الصلاة لدلوك الشمس الاسراء ۷۸ “Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir.”QS. Al-Isra’ 78 4. Amr tidak Menunjukkan untuk فِى اْلأَمْرِ لاَ يَقْتَضِى اْلفَوْرَ “Perintah pada asalnya tidak menghendaki kesegeraan”. Jadi Amr perintah itu boleh ditangguhkan pelaksanaannya sampai akhir waktu yang telah ditentukan. Misalnya فمن كا ن منكم مريضا اوعلى سفر فعدة من ايا م اخرالبقرة ۱۸۳ “Barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau sedang dalam bepergian jauh, hendaklah mengqadla puasa itu pada hari yang lain.” 183 5. Amr dengan بِالشَّئْ أَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ “Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya”. Perintah mendirikan shalat berarti juga perintah untuk berwudlu, sebagai wasilah jalan kepada sahnya shalat. 6. Amr yang Menunjukkan Kepada بِالشَّئْ نَهْيٌ عَنْ ضِدِّهِ “Perintah mengerjakan sesuatu berarti larangan terhadap kebalikannya”. Maksudnya, jika seseorang disuruh mengerjakan suatu perbuatan, mestinya dia meninggalkan segala kebalikannya. Misalnya, disuruh beriman, berarti dilarang kufur. 7. Amr menurut فُعِلَ اْلمَأْمُوْرُ بِهِ عَلَى وَجْهِهِ يَخْرُجُ اْلمَأْمُوْرُ عَنْ عَهْدَةِ اْلاَمْرِ “Apabila dikerjakan yang diperintahkan itu menurut caranya, terlepas dia dari masa perintah itu”. Misal Seseorang yang telah melaksanakan suatu perintah dengan sempurna pada masanya, maka terlepas dia dari tuntutan pada masa itu. seperti keadaan musafir yang tidak memperoleh air untuk berwudhu, hendaklah dia bertayamum sebagai pengganti wudhu. 8. Qadha dengan Perintah yang Baru. اَلْقَضَاءُ بِأَمْرٍ جَدِيْدًا “Qadha itu dengan perintah yang baru”. Maksudnya, suatu perbuatan yang tidak dapat dilaksanakan pada waktunya harus dikerjakan pada waktu yang lain qadla’. Pelaksanaan perintah bukan pada waktunya ini berdasarkan pada perintah baru, bukan perintah yang lama. Misalnya qadla’ puasa bagi yang mengalami udzur syar’i pada bulan ramadhan, tidak dikerjakan berdasarkan ayat كتب عليكم الصيام ... tetapi berdasarkan pada perintah baru, yaitu firman Allah Swt ... فعـدة من ايام اخر 9. Martabat اْلمُتَعَلَّقُ عَلَى اْلاِسْمِ يَقْتَضِ اْلاِقْتِصَارُ عَلىَ اَوَّلِهِ “Jika berhubungan dengan nama isim adalah menghendaki akan tersimpannya pada permulaan.” Sependek-pendek masa amr, apabila dihubungkan dengan hukum menurut pengertian keseluruhannya dalam bentuk yang berlainan tentang tinggi dan rendah, dipendekkan hukum itu menurut sekurang-kurangnya martabatnya untuk melaksanakan perintah itu. Misalnya “Perintah melakukan tuma’ninah dalam shalat, dan perintah memerdekakan seorang budak, tidak memandang harga tapi memandang martabatnya”. 10. Amr sesudah بَعْدَ اْلنَهْيِ يُفِيْدُ اْلإِبَاحَةَ “Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.” Misalnya كنت نهيتكم عن زيارة القبور الا فزوروها رواه مسلم “Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang berziarahlah.” حللتم فاصطا دوا المئدة ۲ “Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.” 2 Berdasarkan dua uraian tersebur, dapat dijelaskan bahwa perintah setelah larangan itu hukumnya mubah tidak wajib, seperti berziarah kubur dan berburu setelah haji. Perbuatan yang lebih mudah dimengerti ialah perbuatan yang diperbolehkan, seperti pada awalnya Nabi melarang menziarahi kubur, maka sekarang diperbolehkan. Kalimat amr ini tidak menunjukkan kewajiban tetapi menunjukkan hukum boleh ibahah, sabda Nabi Saw عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda "Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah." HR. Muslim Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian amar perintah, bentuk lafadh amar, kaidah amr dan contohnya. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
AmarMa’ruf Nahi Mungkar adalah suatu usaha yang paling mulia, tinggi kedudukannya, sangat dititikberatkan di dalam Islam. Kaedah ini hanya boleh dilakukan setelah berikhtiar melalui kaedah kuasa dan lidah yang tidak memberikan kesan bahkan memudharatkan seseorang daie atau jemaah Islam itu sendiri. Ini beerti seseorang daie tidak
A. PENDAHULUAN Allah SWT memerintahkan agar kita mengajak manusia mengikuti jalan lurus yang ditetapkannya melalui cara terbaik. Tentu saja dari perintah mengajak manusia secara efisien dan efektif tersebut kita segera berasumsi cara yang digunakan Allah dalam menyampaikan ketentuan-ketentuan Nya pun merupakan cara yang terbaik dan paling efektif. Apabila kita menemukan ayat-ayat Al-quran yang berisi perintah Amar melakukan suatu perbuatan berarti ayat tersebut sekaligus melarang sesuatu yang sebaliknya. Jika suatu ayat mengandung larangan terhadap suatu perbuatan, berarti ayat tersebut pun memerintahkan melakukan hal yang sebaliknya. Dari sisi lain, jika Allah memuji diri-Nya sendiri atau wali-wali dan orang-orang pilihannya dalam arti Dia menegasikan suatu kekurangan dari mereka. Pujian itu mengandung arti pernyataan atas kemahasempurnaan Allah dan kesempurnaan mereka. Seseorang tidak mungkin dikatakan mematuhi dan menjunjung suatu perintah secara sempurna apabila ia tidak meninggalkan kebalikan dari yang diperintahkan itu. Dengan demikian, jika seseorang diperintahkan untuk bertauhid, melaksanakan shalat, zakat, haji berbuat baik dan ihsan kepada kedua orang tua, menghubungkan silaturahmi, berlaku adil, berlaku sabar, bersyukur, dan diperintahkan untuk menghadap Allah dengan penuh rasa percaya diri, cinta , takut, dan harap kepada Allah, perintah-perintah tersebut sekaligus mengandung larangan baginya untuk menjadi musyrik, melalaikan kewajiban zakat ,shalat, puasa, tidak melaksanakan haji, berbuat durhaka, memutuskan silaturahmi, berlaku zalim dan jahat, berkeluh kesah dan marah, mengingkari nikmat Allah , memalingkan hati dari Allah, berputus asa, dan larangan untuk menggantungkan harapan kepada selain Allah dengan takut dan harap. Sebaliknya, jika seseorang dilarang Nahi melakukan syirik, meninggalkan shalat, dan seterusnya, berarti ia diperintahkan untuk bertauhid, melaksanakan shalat dan seterusnya. Karena itu semua perintah dan larangan Allah seharusnya dipahami sesuai kaidah tersebut.[1] B. Kaidah-kaidah tentang amar Al-amr adalah suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.[2] Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan inti arti amr. Sebagian mereka berpendapat bahwa arti amr itu hanyalah diperuntukan bagi wujub wajib, sedangkan sebagian lainnya berpendapat bahwa arti amr itu hanyalah diperuntukkan bagi nadb mandub. Al-ghazali berpendapat, bahwa suruhan itu memberi pengertian bahwa perbuatan yang disuruh itu lebih berat kepada dikerjakan dari ditinggalkan. Sebagaimana lafadz larangan, memberi pengertian lebih berat kepada ditinggalkan daripada dikerjakan.[3] Kaidah – kaidah yang berkaitan dengan amar adalah sebagai berikut menunjukan arti “wajib” Menurut Fatihi sebagaimana yang dikutip Muhlish “pada dasarnya amar itu menunjukan arti wajib dan tidak menunjukan kepada arti selain wajib kecuali terdapat qarinahnya” Kaidah tersebut dicetuskan oleh jumhur ulama ushuliyah, dengan alasan sebagai berikut a. Seorang hamba atau abdi akan hina jika tidak menunaikan perintah dari tuhannya, dan hal itu dipandang ma’shiat b. Selama bahasa lughah dapat dipahami dengan makna hakikat, maka lafal tersebut tidak boleh diberi makna majaz simbolik c. Ijma’ ulama menetapkan hukum asal amar menunjukan wajib. Firman Allah SWT dalam an-nur63 فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 63 “maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” Apabila makna amar disertai qarinah penyerta, maka makna amar disesuaikan dengan konteksnya, misalnya a. Amar bermakna kebolehan ibahah. كُلُوا وَاشْرَبُواSeperti seruan makan dan minum. QS. Al-baqarah60 وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ 60 “Dan ingatlah ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing Makan dan minumlah rezeki yang diberikan Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” b. Amar bermakna ancaman tahdid. اعْمَلُوMisalnya seruan lakukan jika kamu menghendaki. إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لَا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا أَفَمَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُون بَصِيرٌ 40 “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” c. Amar bermakna sunat an-nadb. فَكَاتِبُو Seperti seruan menulis atau membuat perjanjian dengan orang lain jika dipandang baik. وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا 33 Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian diri nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka…” d. Amar bermakna pemberian petunjuk Irsyad. فَلْيَكْتُبْ Misalnya seruan menulis dan mendatangkan dua saksi dalam utang piutang. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” e. Amar bermakna memuliakan ikram. ادْخُلُو Misalnya seruan masuk ke surga dengan selamat dan aman. QS. Al-hijr46 ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ 46 "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman". f. Amar bermakna penghinaan tashkir. كُونُوا Misalnya seruan menjadi kera yang hina. وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ 65 Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka "Jadilah kamu kera yang hina". g. Amar bermakna melemahkan Tazij. فَأْتُوا Misalnya seruan membuat semisal Al-quran bagi yang menentangnya. وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ 23 “Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” h. Amar bermakna persamaan/meyamankan Taswiyah. اصْلَو Misalnya seruan bersabar atau tidak bagi penghuni neraka. اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ 16 “Masuklah kamu ke dalamnya rasakanlah panas apinya; maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.” i. Amar bermakna menyatakan kenikmatan imtinan. وَلَا تَتَّبِعُوا Misalnya seruan makan atas rizki yang dianugerahkan oleh Allah SWT. 142 وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 142 dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu, j. Amar bermakna penciptaan Takwin. كُنْ فَيَكُونُ Seperti firman Allah QS. Yasin 82 إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ 82 “jadilah, maka terjadilah ia" k. Amar bermakna penyerahan kepada pertimbangan Tafwild. فَاقْضِ Sepeti seruan memutuskan hukuman apa yang hendak diputuskan. 72 قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا 72 Mereka berkata "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata mukjizat, yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.” l. Amar bermakna mendustakan Takazib. هَاتُوا Seperti seruan Allah pada orang yahudi dan nashrani . وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ 111 Dan mereka Yahudi dan Nasrani berkata "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beragama Yahudi atau Nasrani". Demikian itu hanya angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". m. Amar bermakna membuat sedih Talhif. مُوتُوا Misalnya seruan mati dengan kemarahannya bagi kafir. QS. Ali Imran119 مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ 119 "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” n. Amar bermakna permohonan Doa. آتِنَا Seperti seruan hamba pada وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 201 ”ya tuhanku berilah aku kebaikan dunia” o. Amar bermakna sopan-santun Ta’dib. Misalnya seruan makan makanan yang ada di sebelahnya tidak di tempat yang terlalu jauh, “ Umar bin abi Salamah meriwayatkan, suatu hari aku makan bersama Nabi SAW, dan aku mengambil daging yang berada di pinggir nampan, lantas Nabi bersabda, “makanlah makanan yang berada di dekatmu.” Penjelasan hadis di atas adalah adab ketika makan dianjurkan agar mengambil dari yang terdekat dan tidak mengambil makanan yang jauh dari jangkauan karena perbuatan tersebut bisa mengakibatkan ketidaknyamanan bagi orang dan dirasa kurang sopan. 1. Amar dan perintah pengulangan Abu hanifah, al amidi, as-Subki dan mayoritas syafi’iyah dan muktazilah menyatakan bahwa amar itu tidak menghendaki adanya pengulangan. Kaidahnya “pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki adanya pengulangan” Para ulama memberikan argumentasi bahwasannya amar itu tidak menghendaki adanya pengulangan, hal itu karena tuntutan dalam bahasa arab lazimnya cukup dilakukan hanya sekali saja, lagi pula asal dari sesuatu itu lepas dari tanggungan Baraatud Dzimmah. Bagi abi ishak asy-Sirozi dan Abu Ishak al-Asfaraini dan segolongan dari ulama fiqh dan ulama mutakallimin menyatakan bahwa amar itu pada dasarnya menghendaki pengulangan. Kaidahnya “pada dasarnya perintah itu menghendaki adanya pengulangan sepanjang masa selama hal itu memungkinkan” Mereka beralasan, bahwa amar itu sama dengan Nahi, yakni sama-sama adanya tuntutan, hanya saja amar itu tuntutan untuk mengerjakan dan nahi tuntutan untuk meninggalkan. Kalau nahi itu menghendaki adanya pengulangan sepanjang masa mengapa amar tidak. Amar dan kesegeraan melakukan perintah. Jumhur hanafiah dan dari golongan syafi’iyah menetapkan bahwa amar itu tidak menghendaki kesegeraan, kaidahnya “pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki kesegeraan” Mereka beralasan bahwa pemenuhan perintah itu bukan diletakkan pada kesegeraannya, karena tuntutan meninggalkan nahi juga menunjukan kesegeraan, lagipula Allah melaknat iblis yang tidak bersujud pada adam ketika ditiupkan roh padanya QS. Al-A’raf11, al-Baqarah 25, al-Hijr29. Kaidahnya “pada dasarnya perintah itu menghendaki kesegeraan”. Qodli husain menyatakan, selama amar itu tidak disertai qorinah tertentu sebagaimana perintah bersujud bagi iblis kepada Adam yang dikaitkan pada “peniupan roh” maka amar itu tidak menunjukan kesgeraan. Amar dan mediumnya Jumhur ulama menyatakan bahwa perintah pada sesuatu maka perintah pula melakukan mediumnya. Kaidahnya “perintah pada sesuatu maka perintah juga atas mediumnya dan bagi medium hukumnya sama dengan hal yang dituju. Bahkan sesuatu perintah tidak akan sempurna tanpa melakukan perbuatan yang mubah maka perbuatan mubah itu menjadi wajib pula. Kaidahnya “perintah wajib tidak akan sempurna kecuali dengannya perbuatan lain yang mubah maka hal itu menjadi wajib pula.” Medium dalam kaitan ini dibagi 3 macam, yaitu medium syar’i, yakni medium yang sudah ditetapkan ketetapannya oleh syara’ seperti wudhu bersuci merupakan medium bagi shalat, kedua medium urfi adat seperti tangga merupakan medium untuk naik ke atas. Dan ketiga medium aqli, seperti penggunaan penelaahan alam sebagai media untuk mengenal Allah. Sebagian ulama menyatakan bahwa perintah pada sesuatu tidak harus peintah pada mediumnya, karena jika itu terjadi maka menyalahi tujuan syara’. Misalnya seseorang tidak dapat mengerjakan shalatmedium yang mengantarkannya seperti berjalan menempuh ke masjid atau ke makah tidak termasuk dalam kategori dosa tersebut. Karena itu perintah akan terpenuhi jika ia telah memenuhi tujuannya walaupun tanpa memprdulikan mediumnya. 2. Amar dan perintah meninggalkan kebalikannya Mayoritas Ulama Hanafiah, Syafi’iah dan para Muhaditsin menyatakan bahwa perintah pada sesuatu berarti melarang atas kebalikannya. Kaidahnya “sesungguhnya perintah pada sesuatu berarti melarang atas kebalikannya”. Misalnya perintah beriman maka dilarang untuk kufur, seruan berdiri diwaktu shalat berarti larangan duduk atau berbaring dalam shalat. menurut Al-Hazi dan al-Qodli Abu Zaid sebagaimana yang dikutip Muslih menyatakan bahwa perintah itu menunjukan kemakmuran balikannya walaupun perintah itu wajib dan larangan itu menunjukan sunat mu’akkad bagi balikannya walaupun larangan itu haram adanya. Kaidahnya “perintah itu menunjukan kemakruhan balikannya, sedang larangan itu menunjukan sunat muakkad bagi balikannya” 3. Pemenuhan perintah dan keguguran kewajiban Jumhur Ulama menganggap sah dan tidak perlu diulangi lagi perintah yang telah dilaksanakan dengan syarat dan rukunnya. Kalau tidak sah maka seseorang merasa kesulitan memenuhi kewajiban selama-lamanya, lagipula qada’melakukan sesuatu kewajiban yang tidak pernah memenuhi kemaslahatan perintah itu masih dipertentangkan keabsahannya. Kaidahnya ”apabila perintah telah dilaksanakan menurut kriterianya maka pelakunya terbebas dari ikatan perintah tersebut” Bagi al-Qodli Abdul Jabar masih mewajibkan untuk melakukan penyempurnaan kewajiban lagi, karena pemenuhan kewajiban pertama belum menjamin keguguran perintah tersebut. 4. Amar dan cakupannya Semua Ulama sepakat bahwa perintah yang dikaitkan dengan kriteria yang menyeluruhkulliyah tidak boleh dipenuhi hanya sebagian saja juz’iyah. Dengan kata lain perintah yang berkaitan dengan jenis tidak dapat diterima hanya dengan pemenuhan bagian-bagiannya saja. Kaidahnya “Apabila perintah itu dikaitkan dengan hal kulliah maka tidak dapat dipenuhi hanya dengan hal juz’iyah secara mutlak.” Misalnya perintah berpuasa 2 bulan beturut-turut bagi orang yang pernah bersenggama diwaktu puasa ramadhan bersama istrinya, perintah itu tidak akan terpenuhi hanya dengan puasa sebulan atau berpuasa terhitung tetapi tidak berturut-turut. 5. Amar dan kriteria mengikuti Jumhur Ulama sepakat perintah yang dikaitkan dengan suatu nama taklif maka pelaksanaan amar cukup mengikutu kriteria minimal, tidak harus kriteria maksimal. Kaidahnya “perintah yang dikaitkan dengan suatu nama taklif maka ia menunjukan pada kriteria awal minimal.” Misalnya seruan ruku’ dalam hadis Nabi SAW “kemudian ruku’lah sehingga tenang orang yang ruku’ itu” Maka kriteria ruku’ cukup dengan kriteria minimal, yakni sebentar itu tuma’ninah tenang. Ulama lain menghendaki adanya kriteria maksimal, kriteria yang lebih dari contoh aslinya hal itu dalam rangka ikhtiyat hati-hati. Namun yang jelas semua bentuk ibadah pada dasarnya bebas dari tanggungan sehingga tidak perlu mengerjakan diluar batas yang ditentukan. 6. Amar dan setelah larangan Imam Syafi’I dan yang dinukil oleh ibnu burhan serta mayoritas ulama fiqh dan mutakallimun menyatakan bahwa perintah setelah larangan menunjukan hukum kebolehan ibahah. Kaidahnya “perintah setelah larangan menunjukan hukum kebolehan”. Wajib merupakan perimbangan dari haram, dan hukum diantara keduanya adalah ibahah, karena larangan itu merupakan qarinah yang menunjukan perintah itu mubah. Ibn Hzam menyatakan bahwa perintah itu tetap wajib walaupun didahului oleh larangan. Sedang hukum mubah itu dapat berlaku jika ditunjukan oleh dalil yang lain. Karena itu Ibnu Hzam menyatakan kewajiban ziarah kubur walaupun seumur hidup hanya sekali. Sedangkan pendapat pertama menunjukan hukum mubah. Sabda Nabi SAW “aku melarang kalian untuk ziarah kubur, tetapi kini berzirahlah” Fatihi ad-Darini menetapkan bahwa perintah setelah larangan itu menunjukan hilangnya larangan itu, sedang hukumannya disesuaikan dengan hukum asalnya, jika semula wajib menjadi wajib, jika semula sunat menjadi sunat dan jika semula mubah maka menjadi mubah.. 7. Perintah dan seruan perintah sesuatu Jumhur Ulama menetapkan bahwa perintah untuk menyerukan sesuatu maka seruan itu tidak berlaku baginya. Kaidahnya “ perintah untuk menyerukan sesuatu maka seruan itu bukan merupakan perintah baginya” Misalnya hadis Nabi SAW. Yang menyerukan shalat pada anak kecil, yaitu “perintahkanlah anak kecilmu untuk melakukan shalat jika ia berusia 7 tahun dan pukulah jika ia meninggalkanya jika telah berusia 10 tahun” dan Abu Daud. Hadis itu bukan menyerukan shalat untuk anak kecil melainkan perintah itu sebenarnya hal yang diperintahkan untuknya, sedang seruan memerintah hanya untuk kemaslahatannya kelak pelaksanaanya tidak mendatangkan pahala menurut hadis tersebut. Namun dalam hadis lain dinyatakan bahwa perbuatan baik anak kecil tetap mendapatkan pahala menurut hadis tersebut. Namun dalam hadis lain dinyatakan bahwa perbuatan baik anak kecil tetap mendapatkan pahala sebagaimana hadis riwayat Muslim.[5] C. KAIDAH-KAIDAH YANG BERKAITAN DENGAN NAHI Nahyun menurut syara’ ialah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya[6] 1. Asal Hukum Nahi Jumhur ulaa menetapkan bahwa asal hukum larangan itu haram,sebab setiap larangan mengakibatkan “pada dasarnya larangan itu menunjukan arti haram.” Misalnya larangan untuk merusak bumi Allah SWT. وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ 11 “Dan apabila dikatakan kepada mereka Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." larangan zinaQS. Al-isra32 larangan menyembah berhala dan berkata dusta larangan ribaQS. Al-baqarah275. Jika larangan itu disertai qorinah penyerta tertentu, maka arti nahi disesuaikan dengan konteks yang menyertainya. Yaitu a. Nahi bermakna makruhkarohah, misalnya sabda Nabi SAW yang melarang shalat di samping kandang onta HR. Ahmad dan Turmudzi. b. Nahi bermakna harapanDoa. Misalnya seseorang berdoa agar dibebaskan dari kealpaan رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ 286 "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." c. Nahi bermakna petunjuk irsyad. Misalnya larangan bertanya yang bila dijawab akan menjadikan bebab baginya, QS. Al-maidah 101. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ 101 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” d. Nahi bermakna penjelasan larangan beranggapan bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati,tetepi hakikatnya mereka itu hidup 169 وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ 169 “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” e. Nahi bermakna memberikan keputusasaan ta’ziy. Misalnya larangan mengemukakan alas an untuk diampuni dihari peperangan bagi orang kafir dalam يَاأَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ 7 “Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan udzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.” f. Nahi bermakna menghibur I’tinas. Misalnya larangan bersedih karena Allah itu selalu bersama kita لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا 40 "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." [7] 2. Nahi dan Kebalikannya Pada kaidah Amar diterangkan bahwa perintah sesuatu berarti larangan atas tinjuan mafhum mukhalafah berarti kaidah tersebut menimbulkan kaidah “Larangan pada sesuatu berarti perintah kebalikany .misalnya larangan berzina berarti perintah mencuri berarti perintah meninggalkannya dan seterusnya. 3. Nahi dan Pengulangan Dalam kaitan pengulangan, ketentuan nahi berbeda dengan ketentuan Amar, nahi menghendaki adannya pengulangan setiap larangan, sebab larangan itu menimbulkan kerusakan. Kaidahnya”pada dasarnya larangan itu mutlak menghendaki adanya pengulangan sepanjang masa.” Larangan dalam nahi kadang-kadang disebabkan oleh illat yang meyertai seperti larangan shalat atau puasa bagi wanita haidh, dan ada juga karena disertai penyerta batasan waktu, misalnya larangan puasa di dua hari raya. 4. Nahi dan kesegeraan Larangan itu berorientasi pada penyegeraan pelaksanannya sebab jika tidak maka menimbulkan kerusakan. Kaidahnya “pada dasarnya larangan itu menunjukan pada kerusakan secara mutlak.” [8] 5. Nahi dan kerusakan Jumhur Ulama’ menetapkan bahwa disyariatkan hokum nahi itu hanya karena terdapat kerusakan . kaidanya Abu Husain, Al-ghazali dan ar Razi membatasi kerusakan tersebut sebatas hokum ibadah, jika larangan itu hokum muamalah maka belum tentu menimbulkan kerusakan. Sedang segolongan dari syafi’iyah, hanafiah dan muktazilah menyatakan bahwa larangan itu tidak menunjukan pada kerusakan secara mutlak. Abdul Hamid Hakim, 198332. Muhammad Abu Zahrah mengklasifikasikan ketentuan “kerusakan” pada nahi. Pertama, pendapat kaum hanafiah menyatakan bahwa nahi itu tidak menunjukan kerusakan selama larangan itu belum terlaksana dengan syarat dan rukunnya. Misalnya puasa pada hari”syak”hari antara bulan sya’ban dan romadhon maka puasanya tetap sah walaupun makruh hukumnya, demikian juga sah puasa seseorang di dua hari raya dan hari tasyrik hanya saja hal itu diharamkan. Kedua, baik hokum ibadah maupun hokum muamalah larangan itu selalu menunjukan kerusakan, karena semua transaksi maupun ketentuan ibadah harus berpijak pada ketentuan syar’I bila tidak maka menimbulkan kerusakan. Ketiga, jika larangan itu berkaitan dengan ibadah maka menimbulkan kerusakan seperti puasa pada waktu yang diharamkan, tetapi jika berkaitan dengan muamalah belum tentu mendatangkan kerusakan misalnya jual beli pada hari jumat, walaupun tidak diperbolehkan namun transaksinya tetap sah.[9] DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 1997. Kaidah-Kaidah Penafsiran. Bandung Mizan. Djazuli. 2000. Metodologi Hukum Islam. Jakarta Raja Grafindo Persada Hanafie. 1981. Ushul Fiqh. Jakarta Widjaya As-shidieqy. 2000. Pengantar Hukum Islam. Jakarta Bulan Bintang Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah. Jakarta Raja Grafindo Persada KAIDAH-KAIDAH AMAR DAN NAHI Dalam Al-Quran dan hadis Fahmun Nusus Al-Quran Disusun oleh DIAN NUR MALASARI SEKOLAH PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 [1] Abdurrahman, kaidah-kaidah penafsiran Al-Quran, Bandung Mizan, 1997, hal. 39 [2] Djazuli dkk, Ushul fiqh metodologi Hukum Islam Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 377 [3] Hasbi as-shiddieqy, Pengantar Hukum Islam Jakarta Bulan Bintang, 2000, hal. 69 [4] Muhlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Jakarta Raja Grafindi Persada, 1997, hal. 15 [6] Hanafie, ushul Fiqh Jakarta Widjaya, 1981. [7] Muhlis Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Jakarta Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 25

Yayasanini bergerak dalam bidang Konsultasi Amar ma’ruf dan Nahi mungkar (Lembaga Hisbah) yang telah melakukan seminar/ dauroh diberbagai daerah. Beliau selaku

a. Pengerian Al-Nahyu Larangan Menurut bahasa An-Nahyu berarti larangan. Sedangkan menurut istilah ialah اَلنَّهْيُ طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الأَعْلىَ إِلىَ اْلأَدْنىَ “An-Nahyu larangan ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya”. Kedudukan yang lebih tinggi disini adalah Syaari’ Allah Swt atau Rasul Nya dan kedudukan yang lebih rendah adalah mukallaf. Jadi nahi adalah larangan yang datang dari Allah atau Rasul Nya kepada mukallaf. b. Bentuk Kata Nahi 1. Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiyah” / lam nahi = janganlahوَلاَ تَأْكُلُـوْا أَمْـوَالَكُمْ بَيْنَكُـمْ بِالْبَاطِلِ “Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.” QS Al Baqarah 188 وَلاَ تُفْسِــدُوْا فىِ اْلأَرْضِ “Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi.” QS Al-Baqarah 11 2. Lafadh-lafadh yang dengan tegas bermakna larangan mengharamkan. Misalnya حَرَّمَ، نَهَى، Firman Allah SWTحُرِّمَتْ عَـلَيْكُمْ أُمَّهتُكُمْ وَبَنَا تُكُمْ “Diharamkan bagi kamu ibu-ibumu dan anak-anak perempuanmu.” QS. An Nisa’ 23وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ "dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” QS An Nahl 90 c. Kaidah an-Nahyu. 1. Nahi Menunjukkan فِى النَّهْيِ لِلتَّحْرِيْمِ “Pada asalnya nahi itu menunjukkan haram”. Menurut jumhur ulama, berdasarkan kaidah ini, apabila tidak ada dalil yang memalingkan nahi, maka tetaplah ia menunjukkan hukum haram. Misalnya Jangan shalat ketika mabuk, Jangan mendekati perbuatan أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, “ QS. An Nisa’ 4 43 Kadang-kadang nahi larangan digunakan untuk beberapa arti maksud sesuai dengan perkataan itu, antara lain a. Karahah الكراهه Misalnya ولا تصلوا فى اعطا ن الابل رواه احمد والترميذ “Janganlah mengerjakan shalat di tempat peristirahatan unta.”HR. Ahmad dan at-Thirmidzi Larangan dalam hadits ini tidak menunjukkan haram, tetapi hanya makruh saja, karena tempatnya kurang bersih dan dapat menyebabkan shalatnya kurang khusyu’ sebab terganggu oleh unta. b. Do’a الدعاء Misalnya ربنا لا تزغ قلوبنا بعد اذ هد يتنا ال عمران ۸ “Ya Tuhan kami! Janganlah Engkau jadikan kami cenderung kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.” QS. Ali Imran 8 Perkataan janganlah itu tidak menunjukkan larangan, melainkan permintaan hamba kepada Tuhanya. c. Irsyad الارشاد artinya bimbingan atau petunjuk. Misalnya يا ايها الذين امنوا لا تسئلوا عن اشياء ان تبد لكم تسؤكم المئدة ۱۰ "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan memberatkan kamu.” QS. Al-Maidah 101 Larangan ini hanya merupakan pelajaran, agar jangan menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri. d. Tahqir التحقير artinya meremehkan atau menghina. Misalnya لاتمد ن عينك الى ما متعنا به ازوا جا منهم الحجر ۸۸ “Dan janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka orang-orang kafir.” 88 e. Tay’is التيئيس artinya putus asa. Misalnya لاتعتذ ر وااليوم التحريم ۷ “Dan janganlah engaku membela diri pada hari ini hari kiamat.” 7 f. Tahdid التهديد artinya mengancam. Misalnya لاتطع امرى “Taidk usah engkau turuti perintah kami.” g. I’tinas الائتناس artinya menghibur. Misalnya لاتحزن ان الله معنا التوبة ٤۰ “Jangan engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah beserta kita .” 2. Larangan Sesuatu, Suruhan bagi Lawannya. اَلنَّهْيُ عَنِ الشَّيْئِ اَمْرٌ بِضِدِّهِ “Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”. Contoh Firman Allah تُشْرِكْ بِاللهِ لقمـان 13 “Janganlah kamu mempersekutukan Allah … QS. Luqman, 13 Ayat ini mengandung perintah mentauhidkan Allah Swt, sebagai kebalikan larangan mensekutukan-Nya. 3. Larangan yang اْلمُطْلَقُ يَقْتَضِى الدَّوَامِ فِى جَمِيْحِ اْلاَزِمِنَةِ “Larangan yang mutlak menghendaki berkekalan dalam sepanjang masa” Dalam suatu larangan yang berbentuk mutlak, baik membawa kebinasaan maupun menjauhinya, baru mencapai hasil yang sempurna, apabila dijauhi yang membinasakan itu selama-lamanya. Misalnya Perkataan orang tua pada anaknya, “Jangan dekati singa itu” untuk melepaskan diri dari kebinasaan. 4. Larangan dalam Urusan يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فِى عِبَادَاتِ “Larangan menunjukkan kebinasaan yang dilarang dalam beribadah”. Untuk mengetahui mana yang syah dan mana yang batil dalam urusan ibadah, harusnya setiap orang itu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. 5. Larangan dalam Urusan Mu’amalah. اَلنَّهْيُ يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فىِ اْلعُقُوْد “Larangan yang menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang dalam ber’aqad” Misalnya menjual anak hewan yang masih dalam kandungan ibunya, berarti akad jual belinya tidak sah. Karena yang diperjualbelikan tidak jelas dan belum memenuhi rukun jual beli. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian nahi munkar larangan, bentuk kata nahi, Kaidah nahi dan contohnya. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin. BukuRambu-Rambu Dakwah 7 Kaidah Emas Amar Maruf Nahi Munkar di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan. Beli Buku Rambu-Rambu Dakwah 7 Kaidah Emas Amar Maruf Nahi Munkar di Toko Abu Yahya Bekasi. Promo
46.2 Mempresentasikan hasil analisis contoh penerapan kaidah amar dan nahi dalam menentukan hukum kasus yang terjadi di masyarakat -----Kaidah ‘Am dan Khaash 1.7 Menghayati kebenaran ijtihad yang dihasilkan melalui penerapan kaidah ‘am dan khash 2.7 Mengamalkan sikap tanggung jawab dan patuh terhaap ketentuan hukum Islam sebagai
MateriFiqih kelas 12 semester 2. BAB I KAIDAH ‘AMAR DAN NAHI. A. ‘Amar. B. Nahi. BAB II KAIDAH ‘AM DAN KHAS BESERTA KAIDAH TAKHSIS DAN MUKHASIS. A. ‘Am. B. Khas. C. Takhsis dan Mukhasis. BAB III KAIDAH MUJMAL DAN MUBAYYAN.
kaidahamar nahipresented by : nabila ainiAMARNAHIANALISA1. lafadz yang memberikan pengertian haram atau perintah meninggalkan suatu perbuatan3Fi'il mudhari' didahului " لا " nafi(2)Bentuk SighatKAIDAH NAHIKaidah 2"Pada dasarnya Nahi itu akan mengakibatkan kerusakan secara mutlak."Kaidah 1"Pada dasarnya Nahi itu menunjukkan kepada haram
u5Ob0pl.